KEBIJAKAN PAJAK

Rasio Pajak RI Salah Satu yang Terendah di Negara Berkembang

Muhamad Wildan | Selasa, 23 Juni 2020 | 15:02 WIB
Rasio Pajak RI Salah Satu yang Terendah di Negara Berkembang

Suasana aktivitas jual beli kebutuhan pokok di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Rabu (17/6/2020). World Bank mengungkapkan rasio pajak terhadap PDB Indonesia 2018 adalah salah satu yang terendah di antara negara-negara berkembang. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww)

JAKARTA, DDTCNews - Rendahnya realisasi pendapatan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) dinilai menjadi faktor yang menyebabkan tertekannya tingkat belanja negara pada APBN dari tahun ke tahun.

Dalam laporan World Bank (WB) yang berjudul Public Expenditure Review: Spending for Better Results, World Bank menemukan rasio pendapatan negara terhadap PDB Indonesia termasuk rendah dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.

Pada 2018, rasio pendapatan negara terhadap PDB hanya sebesar 14,6%, sedangkan negara berkembang lain tercatat mampu mencapai 27,8% Dari sisi belanja, rasio belanja negara terhadap PDB pada 2018 hanya 16,6%, lebih rendah dari rata-rata negara berkembang yang mencapai 32%.

Baca Juga:
Rancangan Awal RPJMN, Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Ditarget 90% di 2029

"Rasio pajak terhadap PDB sebesar 10,2% dari PDB pada tahun 2018 masih merupakan salah satu yang terendah di antara negara-negara berkembang dan negara-negara berkembang di kawasan," tulis World Bank dalam laporannya, Selasa (23/6/2020).

Menurut penghitungan World Bank, tax gap atau selisih antara potensi penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan pajak di Indonesia termasuk lebar. World Bank mencatat realisasi pajak yang terkumpul pada kas negara masih kurang dari 50% dari potensi aslinya.

World Bank mencatat ada empat penyebab mengapa realisasi penerimaan pajak masih sebegitu rendah. Pertama, ada faktor siklus di mana kinerja penerimaan negara masih sangat terkait dengan harga komoditas. Kinerja penerimaan pajak akan cenderung baik ketika harga komoditas tinggi.

Baca Juga:
Rancangan Awal RPJMN, Tax Ratio Ditarget 11,49-15,01 Persen di 2029

Kedua, struktur ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada sektor sumber daya alam (SDA) yang ekstraktif serta masih tingginya kegiatan ekonomi informal.

Ketiga, kapasitas teknologi informasi dan kapasitas staf masih rendah. Rendahnya kapasitas ini berujung pada basis pajak yang sempit akibat pendaftaran wajib pajak yang terbatas serta kepatuhan pajak yang rendah.

Lembaga Bretton Woods Amerika Serikat ini secara khusus menyoroti kepatuhan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) yang hanya sebesar 56,6%.

Baca Juga:
Permudah Masyarakat Pakai Coretax, Portal Layanan Wajib Pajak Dirilis

Keempat, kebijakan pajak di Indonesia masih kurang optimal akibat banyaknya barang kena pajak dan jasa kena pajak (BKP/JKP) yang dibebaskan dari PPN.

Kemudian juga ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) yang tinggi, sistem preferensial yang terdistorsi, tingginya ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), hingga kurang dimanfaatkannya cukai untuk mengoreksi eksternalitas negatif.

World Bank juga menyorot rendahnya PTKP yang menyebabkan hanya 10% penduduk yang memiliki kewajiban PPh tahunannya. Dengan ini, hanya 15% dari pekerja yang aktif membayar pajak kepada otoritas pajak.

Baca Juga:
World Bank Kritik Pajak RI, Luhut: Kita Disamakan dengan Nigeria

Secara garis besar, World Bank menyarankan kepada Pemerintah Indonesia untuk memprioritaskan perluasan basis pajak baik atas PPN maupun PPh sembari meningkatkan progresivitas dan memperbaiki sistem administrasi perpajakan.

Perbaikan sistem administrasi perpajakan, masih dari World Bank, diperlukan dalam rangka meringankan biaya kepatuhan serta meningkatkan kepatuhan sukarela (voluntary compliance).

Ruang fiskal juga perlu terus diperlebar dengan merealokasi belanja subsidi energi dan subsidi pupuk yang dinilai tidak efisien. Sebagai kompensasi atas dampak reformasi terhadap 40% penduduk termiskin, pemerintah perlu menyalurkan bantuan langsung tunai yang lebih tepat sasaran. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

23 Juni 2020 | 19:14 WIB

Ini bisa dijadikan pengingat dan motivasi untuk digenjot lagi

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 11 Januari 2025 | 14:00 WIB RPJMN 2025-2029

Rancangan Awal RPJMN, Rasio Kepatuhan Wajib Pajak Ditarget 90% di 2029

Jumat, 10 Januari 2025 | 12:00 WIB RPJMN 2025-2029

Rancangan Awal RPJMN, Tax Ratio Ditarget 11,49-15,01 Persen di 2029

Jumat, 10 Januari 2025 | 09:09 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Permudah Masyarakat Pakai Coretax, Portal Layanan Wajib Pajak Dirilis

Kamis, 09 Januari 2025 | 18:30 WIB LAPORAN WORLD BANK

World Bank Kritik Pajak RI, Luhut: Kita Disamakan dengan Nigeria

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata