Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Empat wajib pajak badan, yakni PT. Adonara Bakti Bangsa, PT. Central Java Makmur Jaya, PT. Gan Wan Solo, dan PT. Juma Berlian Exim mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap Pasal 78 UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak.
Menurut keempat pemohon tersebut, Pasal 78 UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945. Dalam Pasal 23A, telah ditegaskan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Namun, Pasal 78 UU Pengadilan Pajak justru menyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak dapat diambil berdasarkan peraturan perundang-undangan. Frasa 'peraturan perundang-undangan' tersebutlah yang dinilai bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945.
"Seharusnya putusan Pengadilan Pajak dalam mengadili sengketa perpajakan haruslah berdasarkan undang-undang, bukan peraturan perundang-undangan," ungkap keempat pemohon dalam permohonan yang diajukan melalui kuasa hukumnya yakni Cuaca, Sintha Donna Tarigan, dan Timbul P. Siahaan, dikutip Selasa (13/2/2024).
Menurut pemohon, undang-undang tidaklah sama dengan peraturan perundang-undangan. Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk DPR dengan persetujuan bersama presiden, sedangkan peraturan perundangan-undangan hanyalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat.
Mengingat konstitusi telah menegaskan bahwa pajak dipungut berdasarkan undang-undang, hanya undang-undang yang dapat dijadikan dasar untuk memungut pajak. Artinya, putusan Pengadilan Pajak harus berdasarkan pada undang-undang, bukan peraturan perundang-undangan.
Akibat adanya frasa 'peraturan perundang-undangan' dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, majelis hakim di Pengadilan Pajak seringkali menyandarkan pertimbangan hukumnya pada peraturan menteri keuangan atau bahkan keputusan dirjen pajak.
Hal ini mendistorsi prinsip legalitas dalam perpajakan. Pasalnya, peraturan menteri keuangan atau keputusan dirjen pajak adalah peraturan yang dibuat oleh eksekutif yang sangat mungkin secara substansi bertentangan dengan undang-undang perpajakan. Substansi dalam peraturan menteri juga berpotensi memuat unsur penafsiran oleh pejabat pemerintah guna memperluas kewenangan di bidang perpajakan.
"Penggunaan peraturan perundang-undangan sebagai dasar putusan Pengadilan Pajak tentu bertentangan dengan norma Pasal 23A UUD 1945. Pertentangan antara Pasal 78 UU Pengadilan Pajak dengan Pasal 23A UUD 1945 telah menimbulkan ketidakpastian hukum," tulis para pemohon.
Akibat ketidakpastian hukum yang timbul, pemohon juga berpandangan bahwa Pasal 78 UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Dalam petitum, pemohon meminta MK untuk menyatakan frasa 'peraturan perundang-undangan' dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'undang-undang'. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.