Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan salah satu gedung bertingkat di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/6/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/hp.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan melaporkan adanya keterlambatan pengerjaan proyek yang didanai pinjaman pada masa pandemi Covid-19.
Dalam Laporan Kinerja Penyerapan Pinjaman, Hibah, dan Project Based Sukuk Triwulan II/2020 yang dirilis Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, proyek dari pinjaman yang dikategorikan behind schedule mencapai 121 proyek, 50% dari 242 pinjaman aktif.
DJPPR mengatakan ada beberapa kendala pada saat pelaksanaan kegiatan, seperti kesiapan pelaksanaan proyek, kendala dalam pembebasan lahan, keterlambatan proses pengadaan/lelang atas barang/jasa, kinerja kontraktor yang rendah, serta kondisi cuaca yang buruk.
“Dan pembatasan kegiatan dalam rangka PSBB (pembatasan sosial berskala besar) menjadi faktor utama yang menyebabkan keterlambatan penyerapan pinjaman/hibah," tulis DJPPR dalam laporannya, dikutip Senin (21/9/2020).
Total pinjaman proyek yang realisasinya tercatat berstatus at risk atau sangat terlambat dan berpotensi menimbulkan biaya tambahan atas APBN mencapai 14% dari keseluruhan pinjaman proyek yang masih aktif.
Adapun pinjaman proyek yang on/ahead schedule atau terserap sesuai jadwal, bahkan terealisasi lebih cepat mencapai 36% atau 87 kegiatan dari 242 kegiatan yang ada. Padahal, pada kuartal I/2020 kegiatan yang berstatus on/ahead schedule mencapai 38,7%.
Hingga kuartal II/2020, total komitmen pinjaman proyek dari pemberi pinjaman luar negeri mencapai US$23,84 miliar. Baru senilai US$8,81 miliar yang sudah tersalur atau disbursed. Adapun total pinjaman proyek dalam negeri tercatat mencapai Rp11,17 triliun dengan total disbursement Rp4,97 triliun.
Realisasi pelaksanaan kegiatan didanai oleh hibah juga banyak yang terlambat. Tercatat, hanya 20,5% kegiatan yang didanai hibah yang berstatus on/ahead schedule. Sementara kegiatan yang didanai hibah yang berstatus behind schedule serta at risk masing-masing mencapai 57,1% dan 22,4% dari total proyek yang ada.
"Pembelajaran yang dapat dipetik dari permasalahan ini adalah diperlukan penilaian kesiapan pelaksanaan proyek sedini mungkin baik dalam hal persiapan pelaksanaan (readiness criteria) maupun hal teknis seperti pembebasan lahan untuk mengurangi keterlambatan pelaksanaan proyek," tulis DJPPR.
DJPPR menyarankan kepada kementerian dan lembaga (K/L) pelaksana proyek untuk melakukan terobosan dalam proses pengadaan/lelang, salah satunya dengan menyiapkan tahapan pengadaan/kekang sejak awal tahun anggaran. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.