ITALIA

Proposal OECD Diragukan Bisa Tutup Ruang Aksi Unilateral Pajak Digital

Muhamad Wildan | Senin, 21 Juni 2021 | 14:00 WIB
Proposal OECD Diragukan Bisa Tutup Ruang Aksi Unilateral Pajak Digital

Ilustrasi.

ROMA, DDTCNews – Negosiator dari berbagai negara yang tergabung dalam Inclusive Framework terus mendiskusikan implementasi penghapusan pajak digital atau digital service tax (DST) menjelang tercapainya konsensus atas proposal OECD Pillar 1.

Dirjen Keuangan Kementerian Ekonomi dan Keuangan Italia Fabrizia Lapecorella berharap tidak ada lagi ruang bagi yurisdiksi untuk mengenakan DST-nya sendiri secara unilateral apabila konsensus atas Pillar 1 resmi diberlakukan.

Larangan pengenaan DST secara unilateral ini berlaku, baik terhadap sektor usaha yang tercakup maupun yang tidak tercakup Pillar 1. "Tidak ada ruang untuk mengenakan DST terhadap perusahaan yang tidak tercakup ke dalam Pillar 1," katanya, Senin (21/6/2021).

Baca Juga:
Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Negara-negara G7 sebelumnya telah menyepakati untuk memberikan hak pemajakan sebesar 20% kepada yurisdiksi pasar atas laba korporasi multinasional yang berada di atas margin 10% pada proposal Pillar 1.

Rencananya, Pillar 1 ini hanya akan berlaku atas 100 perusahaan multinasional terbesar di dunia, bukan dikenakan terhadap korporasi digital yang tercakup dalam kategori automated digital services (ADS) dan consumer facing businesses (CFB).

Usulan G7 atas Pillar 1 ini akan dibahas bersama dengan negara-negara G20 yang dijadwalkan akan bertemu pada Juli 2021. Namun demikian, beberapa pihak agaknya ragu usulan dari G7 tersebut dapat disepakati.

Baca Juga:
Ramai Lapor ke Otoritas, WP di Negara Ini Muak dengan Tax Evasion

Christian Kaeser, Global Head of Tax Siemens mengatakan tak menutup kemungkinan ada negara atau yurisdiksi yang masih akan mengenakan DST atas perusahaan yang tidak tercakup dalam 100 perusahaan terbesar pada Pillar 1.

"Saya bisa membayangkan ada yurisdiksi yang mencabut DST hanya atas 100 perusahaan tercakup tetapi masih mengenakan DST terhadap perusahaan yang tidak tercakup dalam konsensus," ujar Kaeser seperti dilansir Tax Notes International. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja