BERITA PAJAK HARI INI

PPN Jasa Angkutan Udara Bakal Dihapus

Kurniawan Agung Wicaksono | Selasa, 13 November 2018 | 08:11 WIB
PPN Jasa Angkutan Udara Bakal Dihapus

Ilustrasi. (foto: Empowerment)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menghapus pajak pertambahan nilai atas penyerahan jasa kena pajak sewa alat angkutan udara. Topik ini menjadi pembahasan beberapa media nasional pagi ini, Selasa (13/11/2018).

Langkah ini diambil dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 69/2015. Selama ini, jasa terkait angkutan udara yang tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN) adalah jasa yang diterima oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional.

Jasa tersebut meliputi jasa persewaan pesawat udara serta jasa perawatan dan reparasi pesawat udara. Jika PPN dihapus, fasilitas tidak dipungut PPN akan diberikan untuk perusahaan angkutan udara niaga nasional maupun perusahaan internasional.

Baca Juga:
Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti rencana pemerintah untuk mempercepat masa pengajuan kontrak tambang bagi 68 perusahaan yang berstatus PKP2B menjadi 5 tahun sebelum kontrak berakhir.

Rencana kebijakan akan membuat beberapa perusahaan tersebut wajib menggunakan status IUPK. Hal ini akan berimbas pada penerimaan negara. Meskipun ada penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 45% menjadi 25%, ada penerimaan dari pos lain yang terkerek.

Berikut ulasan berita selengkapnya:

Baca Juga:
Diatur Ulang, Kriteria Piutang Pajak Tak Tertagih yang Bisa Dihapuskan
  • Tekan CAD, PPN Jasa Angkutan Udara Dihapus

Untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD), pemerintah berencana menghapus PPN atas penyerahan jasa kena pajak sewa alat angkutan udara. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengaku revisi aturan sedang dibahas dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait. “Diusahakan secepatnya selesai.”

  • Aturan Perlakuan Perpajakan dan PNBP Disiapkan

Sejalan dengan percepatan masa pengajuan perpanjangan kontrak tambang menjadi 5 tahun sebelum kontrak berakhir, pemerintah menyiapkan aturan perlakukan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bagi para pelaku usaha di sektor pertambangan batu bara.

  • Tarif PPh Badan Turun

Dengan berubahnya status dari PKP2B menjadi IUPK, akan ada penurunan tarif PPh badan dari 45% menjadi 25%. Namun, ada beberapa tarif dan tambahan pungutan yang naik. Dana Hasil Produksi Batu Bara (DHPB) misalnya, akan naik dari 13,5% menjadi 15%. Ada pula pungutan 10% dari laba bersih yang diberikan kepada pemerintah.

Baca Juga:
Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi
  • DNI Dibuka Menkeu Siapkan Insentif Fiskal

Sejalan dengan rencana pemerintah untuk membuka sektor baru yang selama ini tertutup asing atau masuk dalam daftar negatif investasi (DNI), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku siap untuk memberikan insentif fiskal.

“Kami siap menggunakan instrument fiskal untuk bisa memberikan keseimbangan antara insentif maupun nilai tambah ke dalam perekonomian Republik Indonesia. Jadi, kita lihat dari DNI ini nanti apa yang sudah diputuskan oleh Pak Menko [Perekonomian],” jelasnya.

  • Revisi DNI, Pemerintah Hati-Hati

Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono mengaku pemerintah tetap berhati-hati dalam memutuskan untuk membuka keran DNI. Berbagai masukan dari dunia usaha akan ditampung dan dijadikan pertimbangan.

Baca Juga:
Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis

“Kami akan tetap bersikap hati-hati dalam menetapkan revisi DNI ini dan akan terus mendengar masukan dari berbagai pihak,” katanya.

  • Produktivitas Rendah Hambat Pertumbuhan

Staf Ahli Menteri Pembangunan Nasional Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Bambang Prijambodo mengatakan pertumbuhan ekonomi nasional selama ini terhambat produktivitas – terutama di sektor manufaktur – yang rendah.

“Pangsa industri manufaktur Indonesia terus merosot. Kinerja manufaktur yang buruk berdampak pada kinerja perdagangan internasional. Dalam 40 tahun, ekspor Indonesia masih didominasi komoditas,” tuturnya. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Kamis, 30 Januari 2025 | 09:30 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diatur Ulang, Kriteria Piutang Pajak Tak Tertagih yang Bisa Dihapuskan

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Lima Hal yang Membuat Suket PP 55 Dicabut Kantor Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:00 WIB KOTA BANTUL

Banyak Penambang Tak Terdaftar, Setoran Pajak MBLB Hanya Rp20,9 Juta

Minggu, 02 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX DJP

PIC Kini Bisa Delegasikan Role Akses Pemindahbukuan di Coretax DJP

Minggu, 02 Februari 2025 | 11:30 WIB KOTA MEDAN

Wah! Medan Bisa Kumpulkan Rp784,16 Miliar dari Opsen Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini