Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022 telah menjadi bahasan media nasional pada beberapa hari ini. Beleid ini diterbitkan dalam rangka memenuhi ketentuan-ketentuan delegasi dari UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang HPP.
Sebagai aturan yang merincikan UU HPP, banyak perubahan, penegasan, serta ketentuan baru yang terkandung dalam PP 50/2022. Perubahan-perubahan tersebut sangat krusial untuk dipahami oleh wajib pajak sebagai pihak yang tentunya akan terpengaruh pemenuhan kewajiban perpajakannya oleh PP ini.
Pada artikel sebelumnya, kita telah menjelaskan beberapa poin penting dalam PP 50/2022. Berikut ini adalah beberapa poin penting lainnya yang juga terdapat dalam beleid ini.
Pertama, merinci ketentuan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban wajib pajak yang berkewajiban membayar pajak karbon. Sebagaimana diatur pada Pasal 69 ayat (2) PP 50/2022, pajak karbon dilunasi oleh wajib pajak dengan cara dibayar sendiri atau dipungut oleh pemungut pajak karbon.
Bila orang pribadi atau badan melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon, orang pribadi atau badan tersebut adalah wajib pajak dan harus menyampaikan SPT Tahunan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak karbon.
Bagi wajib pajak yang merupakan pemungut pajak karbon, wajib pajak tersebut wajib menyampaikan SPT Masa untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak karbon. SPT Tahunan pajak karbon wajib disampaikan paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun kalender, sedangkan SPT Masa disampaikan paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak.
Untuk diketahui, pajak karbon sesungguhnya akan diberlakukan sejak April 2022 dengan tarif senilai Rp30 per kilogram CO2e atas PLTU batu bara. Namun, pajak karbon tak kunjung diimplementasikan oleh pemerintah hingga hari ini.
Kedua, beleid ini memerinci ketentuan pelunasan kerugian pada pendapatan negara ketika perkara pidana pajak telah dilimpahkan ke pengadilan. Walaupun perkara telah dilimpahkan oleh penyidik ke pengadilan, terdakwa tetap dapat melunasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksi dendanya sebagaimana termuat pada Pasal 44B ayat (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Pelunasan kerugian negara sekaligus sanksi denda Pasal 44B ayat (2) UU KUP juga diperhitungkan sebagai pembayaran kerugian pada pendapatan negara atau pidana denda yang dibebankan kepada terdakwa. Pelunasan dilakukan oleh terdakwa tindak pidana pajak setelah menerima informasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksinya dari dirjen pajak.
Ketiga, merevisi ketentuan mengenai prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure/MAP). Pada Pasal 57 PP 50/2022, pemerintah memerinci interaksi MAP dengan upaya hukum yang dilakukan oleh wajib pajak yakni keberatan, permohonan pengurangan/pembatalan SKP, banding, peninjauan kembali (PK), dan gugatan.
Keempat, merinci mekanisme integrasi basis data kependudukan dan basis data perpajakan. Perincian ini merupakan amanat dari Pasal 2 ayat (10) UU KUP s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pada Pasal 68 ayat (3) PP 50/2022 disebutkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan data kependudukan dan data balikan dari pengguna pada basis data kependudukan kepada Kementerian Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan. Adapun yang dimaksud data kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
Kelima, menyesuaikan kerja sama pemberian data dengan pihak lain yang terkait kerahasiaan jabatan. Sesuai dengan Pasal 54 ayat (2) PP 50/2022, menteri keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat dan/atau tenaga ahli untuk memberi keterangan dan/atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang wajib pajak kepada pihak tertentu yang ditunjuk dalam izin tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah para ahli, antara lain ahli bahasa, akuntan, pengacara, dan sebagainya yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak untuk membantu pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Diatur pula dalam Pasal 54 PP 50/2022, setiap pejabat dan tenaga ahli dilarang memberitahukan kepada pihak lain mengenai segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya.
Pentingnya Mendalami Ketentuan KUP Terbaru dalam PP 50/2022
Selain dari poin-poin yang telah disebutkan sebelumnya, masih banyak hal-hal lain yang dirincikan dalam PP 50/2022. Tiap-tiap pasal tersebut perlu kita perhatikan dan pahami implikasinya terhadap proses bisnis perpajakan dari wajib pajak.
Pelajari dan kupas bersama poin-poin perubahan tersebut dalam Tax Update Webinar: Pembaharuan Ketentuan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sesuai PP 50/2022.
Membutuhkan informasi lebih lanjut terkait dengan info webinar ini? Hubungi Hotline DDTC Academy +62812-8393-5151 (Vira), email [email protected](Vira), atau melalui akun Instagram DDTC Academy (@ddtcacademy). (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.