Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal dalam International Tax Forum (ITF) 2024, Selasa (24/9/2024).
BALI, DDTCNews - Kementerian Keuangan berencana untuk segera menyelesaikan peraturan menteri keuangan (PMK) terkait dengan implementasi pajak minimum global. PMK yang dimaksud ditargetkan selesai pada tahun depan.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan PMK tersebut bakal memuat ketentuan subject to tax rule (STTR), qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT), dan income inclusion rule (IIR).
"Drafnya saat ini saja sudah lebih dari 200 halaman, materinya juga berat. Belum lagi nanti harus jelaskan ke Kemenkumham. Jadi kami butuh waktu, sehingga sepertinya tidak akan terlalu cepat. Namun, arahan Pak Dirjen Pajak Suryo Utomo paling lambat baru akan kami terbitkan 2025," ujar Yon dalam International Tax Forum (ITF) 2024, Selasa (24/9/2024).
Secara terperinci, pemerintah berencana untuk meratifikasi MLI STTR dan menetapkan aturan teknis terkait STTR pada 2025. Setelah itu, STTR diharapkan dapat berlaku efektif (entry into effect) secepat-cepatnya pada 2026.
Terkait dengan QDMTT, Yon mengatakan secara prinsip seluruh grup perusahaan multinasional yang memenuhi threshold pendapatan global senilai €750 juta per tahun yang memiliki entitas di Indonesia akan dikenai QDMTT dengan tarif sebesar 15%.
Indonesia juga berkomitmen untuk menerapkan IIR terhadap grup perusahaan yang memiliki ultimate parent entity (UPE) di Indonesia. Hal ini mengingat tidak sedikit perusahaan Indonesia yang memiliki anak usaha di negara dengan tarif pajak rendah.
Meski demikian, pemberlakuan IIR terhadap perusahaan domestik diyakini tidak akan memberikan tambahan penerimaan pajak yang signifikan mengingat yurisdiksi lokasi anak usaha juga menerapkan QDMTT.
Tak hanya mengatur soal STTR, QDMTT, dan IIR, RPMK juga akan memuat pengaturan soal mekanisme penyetoran top-up tax serta format formulir surat pemberitahuan GloBE (GloBE information return/GIR). Yon mengatakan aspek administrasi dari pajak minimum global akan diatur sesederhana mungkin.
Seperti diketahui, pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15% berlaku atas grup perusahaan multinasional dengan pendapatan minimal €750 juta per tahun. Rezim ini berlaku seiring dengan tercapainya kesepakatan atas Pilar 2.
Dengan rezim ini, yurisdiksi tempat UPE berlokasi berhak mengenakan top-up tax atas laba di yurisdiksi tertentu yang dipajaki dengan tarif efektif kurang dari 15%. Top-up tax dikenakan berdasarkan IIR.
Contoh, dalam hal tarif efektif yang ditanggung suatu entitas perusahaan multinasional di suatu yurisdiksi hanya sebesar 12%, yurisdiksi UPE memiliki hak untuk mengenakan top-up tax sebesar 15% - 12% = 3%.
Meski terdapat hak bagi yurisdiksi UPE untuk memberlakukan IIR, yurisdiksi sumber berhak untuk terlebih dahulu mengenakan top-up tax lewat mekanisme QDMTT. Bila yurisdiksi sumber memberlakukan QDMTT, yurisdiksi UPE kehilangan hak untuk mengenakan top-up tax melalui IIR.
Adapun dengan adanya STTR suatu yurisdiksi sumber berhak mengenakan pajak tambahan atas pembayaran intragrup tertentu yang dikenai PPh badan dengan tarif kurang dari 9% di negara tujuan pembayaran.
Pembayaran intragrup yang tercakup dalam STTR antara lain bunga; royalti; pembayaran atas hak distribusi atas suatu barang/jasa; premi asuransi dan reasuransi; pembayaran atas biaya penjaminan atau biaya keuangan; pembayaran sewa atas peralatan yang bersifat industrial, komersial, dan ilmiah; dan pembayaran atas jasa. STTR yang dibayar oleh perusahaan akan turut diperhitungkan sebagai covered tax. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.