DEBAT PAJAK

Pilih SIN atau Tetap NPWP? Tulis Komentarnya, Raih Handphonenya

Redaksi DDTCNews | Selasa, 03 Desember 2019 | 20:10 WIB
Pilih SIN atau Tetap NPWP? Tulis Komentarnya, Raih Handphonenya

JAKARTA, DDTCNews—Akhir November 2019, Ditjen Pajak (DJP) mengundang mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo untuk berbicara tentang Single Identification Number (SIN) di hadapan civitas akademika Sekolah Tinggi Perpajakan Indonesia (STPI) di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta.

Paparan Hadi tentang SIN ini sebenarnya simpel, yaitu bagaimana caranya agar Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tidak hanya berisi data NPWP, tetapi juga bisa menyimpan dan berfungsi sebagai nomor tagihan telepon, air, listrik, kepemilikan mobil, kartu kredit, dan seterusnya.

Data ini lalu digabungkan dengan data nonkeuangan di e-KTP, mulai dari kartu keluarga, kartu tanda penduduk, paspor, kartu miskin, dan seterusnya. Gabungan data keuangan dalam NPWP dan data nonkeuangan atau kependudukan dalam e-KTP inilah yang disebut dengan SIN.

Baca Juga:
Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

Karena itu, begitu NPWP berubah menjadi SIN, ia akan menyatukan sekaligus mengintegrasikan berbagai nomor identitas unik yang dimiliki oleh setiap warga negara. Selama ini, terdapat hampir 40 nomor identitas unik yang diterbitkan berbagai instansi yang satu sama lain tidak terintegrasi.

Semua Dirjen Pajak pasti merasakan betul kesulitan akibat terus dibebani target penerimaan pajak yang berlipat. Dengan SIN yang mengintegrasikan data keuangan dan nonkeuangan itu, target yang membebani tersebut dianggap bisa menjadi lebih ringan.

Pasalnya, SIN dapat menjadi alat pengumpulan informasi yang efektif sekaligus menjadi alat uji kepatuhan wajib pajak. Dengan akses informasi perbankan yang sudah terbuka untuk kepentingan perpajakan, SIN dengan sendirinya akan menjadi senjata rahasia DJP menggenjot penerimaan.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

DJP juga akan dipaksa lebih mengandalkan proses bisnis yang berbasis pelayanan dan konseling dalam menguji kepatuhan, ketimbang menggencarkan kegiatan pemeriksaan. Pola ini dengan sendirinya akan meningkatkan kemampuan fiskus mengumpulkan penerimaan, dan akhirnya mengerek tax ratio.

Namun, sebetapapun mulia tujuan itu, tetap ada kelemahan di dalam SIN, terutama masalah sumber hukum, keamanan dan kerahasiaan data, serta kredibilitas lembaga pengelolanya. Apakah benar DJP dapat dipercaya mengelola SIN? Apakah DJP bisa membentengi keamanan dan kerahasiaan data SIN?

Pertanyaan itu layak diajukan karena mungkin situasinya lebih baik tetap seperti ini, NPWP tetap berisi data NPWP. Kalaupun ada perluasan fungsi NPWP, perluasan tersebut terbatas seperti Kartin1 atau integrasi NPWP dengan NIK dan NPPPJK alias tidak sampai melebar ke mana-mana.

Baca Juga:
WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Lantas apa yang seharusnya dilakukan DJP? Kembali mengaktivasi gagasan pembentukan SIN dari NPWP? Atau lebih baik tetap NPWP seperti sekarang ini? Atau Anda punya pandangan lain? Tulis komentar Anda di bawah ini, siapa tahu Anda yang terpilih meraih hadiah handphone Samsung! (Bsi)



Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih SIN atau NPWP lalu tuliskan komentar Anda
SIN
NPWP
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

SIN
18
72%
NPWP
7
28%

13 Oktober 2021 | 22:01 WIB
SIN pasti

13 Oktober 2021 | 16:53 WIB
SIN, jd simple

15 Desember 2019 | 21:18 WIB
Pada masa sulitnya mencapai target pajak seperti akhir-akhir ini, SIN dapat menjadi angin segar bagi DJP untuk menggenjot penerimaan perpajakan. Terintegrasinya berbagai nomor identitas menjadi satu akan mempermudah pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Tidak hanya DJP, manfaat SIN juga dapat dirasakan oleh instansi lain seperti POLRI untuk memantau rekan jejak kriminal seseorang. Namun, untuk merealisasikan hal tersebut diperlukan payung hukum yang kuat demi menjamin kepastian hukum bagi warga negara. Perlu diatur juga mengenai batasan wewenang dari tiap-tiap instansi dalam penggunaan data SIN tersebut. Mengingat keamanan dan kerahasiaan data harus menjadi fokus utama dalam proyek ini. Bila perlu, pemerintah dapat membentuk lembaga khusus yang mengelola pemanfaatan SIN ini agar sistemnya lebih teratur dan untuk menghindari penyalahgunaan data. Indonesia akan melakukan lompatan besar dalam sistem administrasi kependudukan jika mampu mewujudkan program SIN ini. #MariBicara

15 Desember 2019 | 20:07 WIB
Risiko penggunaan SIN adalah pencurian identitas apabila kartu SIN hilang dan keadaan demografi Indonesia menjadi kendala implementasi SIN mengingat masih banyak masyarakat adat yang tinggal jauh dari perkotaan. Dalam kaitannya dengan pajak, perusahaan pemberi kerja menggunakan SIN untuk melaporkan penghasilan pegawai kepada otoritas pajak. Hal ini sudah dapat diakomodasi melalui NPWP. Jika pun SIN tetap ada dan menggantikan NPWP, perlu diingat bahwa masih banyak sektor informal dalam kegiatan ekonomi dalam negeri yang mungkin belum mampu mengurus administrasi perpajakan. Menurut data Center for Indonesia Taxation Analysis, hingga 2019, kepatuhan wajib pajak badan lebih rendah daripada wajib pajak orang pribadi. Penerbitan SIN oleh kementerian dalam negeri mengarah pada data penduduk sebagai suatu individu. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan apakah penerbitan SIN juga dapat mengakomodasi masalah kepatuhan wajib pajak badan. #MariBicara

15 Desember 2019 | 01:19 WIB
SIN adalah kartu identitas yang mengintegrasikan semua data kependudukan. Penggunaan SIN sebagai identitas pembayaran pajak akan meningkatkan penerimaan negara, karena penyimpangan di bidang perpajakan akan berkurang seperti penggelapan atau penghindaran pajak dengan menggunakan berbagai kartu identitas. Namun, sebelum penerapan SIN, diperlukan adanya bank data nasional untuk mensinergikan berbagai data dalam sistem informasi, dan data yang ada harus dapat diakses oleh banyak instansi yang terkait dengan pengembangannya. Hanya saja, data yang ada tetap berpijak pada prinsip-prinsip kerahasiaan yang menyangkut personal. Untuk itu harus dibedakan antara data yang bersifat publik atau data yang bisa diakses oleh lembaga tertentu. Jika SIN diterapkan sebagai identitas pembayaran pajak, SIN harus tetap dikelola oleh semua institusi sesuai dengan pengembangannya dan tidak hanya dikelola oleh DJP saja, sehingga penerapan SIN diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan publik. #MariBicara

13 Desember 2019 | 14:42 WIB
Dengan SIN bisa menyatukan berbagai identitas warga negara untuk mendukung ketersediaan data dan informasi WP untuk optimalisasi penerimaan negara.

13 Desember 2019 | 10:44 WIB
Melihat dari skala prioritas, tentunya adanya SIN akan membantu otoritas pajak kita memiliki data yang lebih mumpuni. Sayangnya hal ini harus dibarengi dengan berbagai perizinan antar kementerian dan lembaga yang membutuhkan waktu cukup lama. Terbukti dengan adanya prototype "KartIn1" yg dirilis tahun 2017 sampai sekarang belum dapat dieksekusi di masyarakat. Saya berpendapat bahwa prioritas untuk jangka pendek dan menengah adalah penggunaan NPWP secara optimal dengan mengolah data yang sudah didapat melalui AEoI dan juga Tax Amnesty. DJP hendaknya berfokus pada pembangunan tax base berbasis IT yang terintegrasi menjadi satu dalam sistem DJP untuk memudahkan pengawasn serta memantau setoran wajib pajak. Sehingga bukan terpisah seperti saat ini yaitu;SI DJP, SI DJP NINE, APPROWEB dsb. Selain itu fokus DJP lebih baik untuk melakukan audit atas penambahan harta kekayaan yang berada di rekening bank untuk mengetahui pendapatan yg tidak dilaporkan di SPT berdasarkan WP Prioritas #MariBicara

12 Desember 2019 | 22:44 WIB
Single Identification Number sangat diperlukan oleh warga Negara untuk mempermudah adiministrasi, namun penggagas SIN sebaiknya bukan instansi sekelas direktorat, namun lebih merupakan proyek strategis salah satu kementerian missal kemendagri yang diawasi dengan ketat. Karena dengan menyerahkan kepada djp membuat focus djp menjadi terpacah, sehingga mengurangi produktivitas dalam menggenjot penerimaan, sehingga sebaiknya djp menunggu aturan SIN selesai dibuat dan diberlakukan oleh kementerian lalu menyesuaikan dengan nomor NPWP,jadi sekarang focus menggunakan NPWP saja. DJP mesti focus ke peningkatan basis data Wajib Pajak, Proses Bisnis dari Wajib Pajak, mekanisme pemotongan pajak yang terkini, bukan hanya berkutat di administrasi saja. ditambah pemakaian SIN belum jelas kalkulasi penambahan potensi perpajakannya, sehingga sebaiknya bukan diserahkan kepada DJP tanggung jawab tersebut

12 Desember 2019 | 17:27 WIB
Kata kunci dalam perdebatan ini adalah “Integrasi”. Konsep SIN yang ditawarkan itu, berupaya mengintegrasikan seluruh data dan informasi milik seorang Warga Negara yang selama ini terpisah-pisah di setiap lembaga negara. Posisi saya, sangat setuju dengan konsep ini, mengingat data dan informasi yang telah terintegrasi tentu sangat bermanfaat untuk kemudahan administrasi yang selama ini menjadi masalah yang berlarut-larut di negara kita. Namun, timbul kekhawatiran tersendiri di dalam benak saya, sebagai Warga Negara, mengenai kerahasiaan dan keamanan data yang sudah terintegrasi itu. Data tersebut, rentan untuk disalahgunakan oleh pihak berwenang yang seharusnya bertanggung-jawab menjaga data itu. Maklum, kasus kebocoran data Facebook cukup menghantui saya. Hal itulah yang harus dilakukan oleh pemerintah, yakni meyakinkan Warga Negara seperti saya, bahwa data dan informasi kita aman dan terjaga kerahasiaannya. #MariBicara

12 Desember 2019 | 17:07 WIB
SIN sangat dibutuhkan pemerintah saat ini karena tiga alasan. Pertama, sistem perpajakan nasional, Self Assessment System, sangat mengharapkan partisipasi Wajib Pajak secara jujur dan terbuka dalam melakukan kewajiban dan mengambil hak perpajakannya. Namun belum semua Wajib Pajak terdaftar patuh pajak. Sehingga keberadaan data-data SIN bermanfaat dalam melakukan pengawasan dan atau pemeriksaan pajak. Menurut Sri Mulyani, hanya satu dari sepuluh Wajib Pajak yang patuh pajak. Kedua, target penerimaan pajak nasional yang terus bertambah. Keberadaan SIN berguna untuk menjaring Wajib Pajak baru. Terakhir, tuntutan zaman diera Revolusi Industri 4.0. Otomasi data Wajib Pajak mutlak dilakukan untuk mengadministrasikan seluruh data secara efektif, efisien dan ekonomis. Namun demikian pemerintah harus dapat memastikan bahwa berbagai data lintas institusi dan instansi tersebut terjaga hanya untuk kepentingan negeri. Terima kasih#MariBicara
ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 10:30 WIB KP2KP SINJAI

Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Minggu, 22 Desember 2024 | 13:00 WIB KPP PRATAMA SINTANG

WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra