KEJAHATAN PAJAK

Perangi Kejahatan Pajak di Asia Pasifik, OECD Rilis Laporan Baru

Redaksi DDTCNews | Jumat, 18 Oktober 2019 | 15:59 WIB
Perangi Kejahatan Pajak di Asia Pasifik, OECD Rilis Laporan Baru

Tampilan depan laporan.

JAKARTA, DDTCNews – OECD mendukung upaya negara-negara Asia Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC) untuk memerangi kejahatan pajak.

Salah satu bentuk dukungan tersebut dilakukan dengan merilis laporan bertajuk Combatting Tax Crimes More Effectively in APEC Economies. Laporan dirilis bersamaan dengan pertemuan APEC yang berlangsung di Santiago, Chili pekan ini.

“Laporan ini mengacu pada praktik terbaik internasional serta contoh sukses dari ekonomi APEC, yang berfokus pada instrumen hukum, perangkat kebijakan, dan inisiatif pengembangan kapasitas untuk melawan kejahatan pajak,” demikian pernyataan OECD, dikutip pada Jumat (18/10/2019).

Baca Juga:
Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Laporan tersebut, sambung OECD, menyoroti penetapan standar dan praktik terbaik yang tersedia untuk diterapkan oleh negara-negara APEC. Selain itu, ada pula inisiatif peningkatan kapasitas serta alat evaluasi dan pengukuran dampak yang tersedia bagi mereka.

OECD juga menyerukan langkah atau tindakan nyata yang mengeksplorasi langkah-langkah praktis, termasuk melalui peningkatan penggunaan OECD Asia-Pacific Academy for Tax and Financial Crime Investigation, yang diselenggarakan di Tokyo, Jepang dan OECD Latin America Academy for Tax and Financial Crime Investigation di Buenos Aires, Argentina.

Laporan ini juga menjadi respons Rencana Aksi Cebu (Cebu Action Plan). Dalam rencana aksi itu, OECD diminta mempersiapkan laporan yang mengeksplorasi cara-cara untuk memperkuat kapasitas dalam menangani kejahatan pajak dan kejahatan terkait lainnya di ekonomi APEC.

Baca Juga:
Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

OECD memaparkan para Menteri Keuangan APEC, dalam Rencana Aksi Cebu, ingin membangun kapasitas untuk mengatasi kejahatan keuangan yang mengancam kesejahteraan ekonomi dan sosial semua orang.

Kegiatan keuangan ilegal seperti penggelapan pajak, korupsi, pendanaan teroris, penipuan komputer, pencucian uang, dan kejahatan keuangan lainnya adalah masalah global yang memerlukan tanggapan terkoordinasi di dalam pemerintah dan di antara negara-negara APEC.

Pasalnya, jumlah yang hilang dalam aliran keuangan ilegal (illicit financial flows/IFF) sangat besar. Laporan UNODC 2011 memperkirakan pada 2000—2009, total hasil kejahatan transnasional terorganisir setara dengan 1,5% dari PDB global atau US$870 miliar pada 2009.

Baca Juga:
Menginterpretasikan Laba Usaha dalam P3B (Tax Treaty), Baca Buku Ini

Kegiatan ilegal dan pendapatan yang hilang berikutnya menyulitkan upaya untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) dan memenuhi tujuan Rencana Aksi Cebu 2015 seperti tata kelola yang baik, kebijakan fiskal yang baik, dan pembiayaan infrastruktur.

Kejahatan-kejahatan ini semuanya terkait erat dan berkembang dalam iklim kerahasiaan, kerangka kerja hukum yang tidak memadai, peraturan yang lemah, penegakan hukum yang buruk, dan kerja sama antarlembaga yang lemah.

Dengan mengeksploitasi kelemahan dan kemajuan teknologi ini, para penjahat dapat secara diam-diam memindahkan sejumlah besar dana antara beberapa yurisdiksi dengan relatif mudah dan kecepatan tinggi. Aktivitas kriminal dan IFF yang mengikuti menjadi semakin canggih.

“Sementara itu, struktur penegakan hukum dalam banyak kasus tidak berkembang dengan kecepatan yang sama dan masyarakat internasional telah berjuang untuk mengikuti ancaman ini,” imbuh OECD. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:20 WIB BUKU PAJAK

Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Rabu, 09 Oktober 2024 | 16:17 WIB KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

Rabu, 09 Oktober 2024 | 13:45 WIB LITERATUR PAJAK

Menginterpretasikan Laba Usaha dalam P3B (Tax Treaty), Baca Buku Ini

Jumat, 04 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEANGGOTAAN OECD

Ingin Masuk OECD, RI Targetkan Initial Memorandum Selesai Akhir 2024

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja