KEP-269/PJ/2020

Per Agustus 2020, PKP di KPP Pratama Wajib Buat Bupot PPh Pasal 23/26

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 17 Juni 2020 | 10:29 WIB
Per Agustus 2020, PKP di KPP Pratama Wajib Buat Bupot PPh Pasal 23/26

Ilustrasi. Salah satu sudut layanan mandiri di KPP Pratama Gambir III. 

JAKARTA, DDTCNews – Terhitung mulai Agustus 2020, pengusaha kena pajak (PKP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di seluruh Indonesia harus membuat bukti pemotongan dan menyampaikan SPT masa pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 dan/atau Pasal 26.

Kewajiban ini dimuat dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020. Melalui keputusan yang ditetapkan pada 10 Juni 2020 ini, Dirjen pajak menetapkan PKP yang terdaftar di KPP Pratama di seluruh Indonesia sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26.

“PKP tersebut diharuskan membuat bukti pemotongan dan diwajibkan menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-04/PJ/2017 mulai masa pajak Agustus 2020,” demikian penggalan dari diktum pertama keputusan tersebut.

Baca Juga:
Airlangga Minta Ada Perlakuan Khusus Bagi PKP Consumer Goods

Sesuai KEP-269/PJ/2020, kewajiban pembuatan bukti pemotongan dan penyampaian SPT masa tersebut akan tetap berlaku meskipun pengusaha yang telah ditetapkan sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 tidak lagi berstatus sebagai PKP.

Sementara itu, untuk wajib pajak yang baru dikukuhkan sebagai PKP setelah penetapan KEP-269/PJ/2020, kewajiban pembuatan bukti pemotongan dan menyampaikan SPT masa pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 dan/atau Pasal 26 berlaku sejak masa pajak dilakukannya pengukuhan.

Adapun KEP-269/PJ/2020 ini berlaku sejak 10 Juni 2020. Apabila dalam KEP-269/PJ/2020 terdapat kekeliruan maka akan dibetulkan sebagaimana mestinya.

Baca Juga:
Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Sesuai PER-04/PJ/2017, SPT masa dan daftar bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 berbentuk formulir kertas (hard copy) atau dokumen elektronik. Adapun syarat pemotong yang menggunakan hard copy ada dua.

Pertama, menerbitkan tidak lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam satu masa pajak. Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh tidak lebih dari Rp100 juta untuk setiap bukti pemotongan dalam satu masa pajak.

Kemudian, pemotong yang harus menggunakan dokumen elektronik memenuhi salah satu atau beberapa kriteria berikut. Pertama, menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam satu masa pajak.

Baca Juga:
Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti pemotongan. Ketiga, sudah pernah menyampaikan SPT masa elektronik. Keempat, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, atau KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar. Simak pula artikel 'DJP: Hampir Seluruh PKP Wajib Pakai e-Bupot Mulai Agustus 2020'.

SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik dapat disampaikan oleh pemotong pajak dengan menggunakan aplikasi e-Bupot 23/26 yang tersedia di laman milik DJP atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh DJP.

“Pemotong pajak yang sudah pernah menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik harus menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 untuk masa pajak berikutnya dalam bentuk dokumen elektronik,” demikian bunyi pasal 8 PER-04/PJ/2017. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

10 Juli 2020 | 11:36 WIB

menurut yang saya pahami dari sosialisasi e-bupot pada tanggal 9 juli 2020, ketentuan per tanggal 1 agustus tersebut adalah setiap pemotong pph pasal 23/26 wajib membuat bupot nya secara elektronik melalui aplikasi e-bupot baik staus pemotong itu pkp atau non pkp. namun pada artikel itu dijelaskan bahwa "Terhitung mulai Agustus 2020, pengusaha kena pajak (PKP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di seluruh Indonesia harus membuat bukti pemotongan dan menyampaikan SPT masa pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 dan/atau Pasal 26" sehingga terkesan kita harus membuat bukti potong walaupun tidak melakukan transaksi yang mengharuskan kita memotong pph ps.23/26. mohon penjelasannya#MariBicara

10 Juli 2020 | 11:30 WIB

menurut yang saya pahami dari sosialisasi e-bupot pada tanggal 9 juli 2020, ketentuan per tanggal 1 agustus tersebut adalah setiap pemotong pph pasal 23/26 wajib membuat bupot nya secara elektronik melalui aplikasi e-bupot baik staus pemotong itu pkp atau non pkp. namun pada artikel itu dijelaskan bahwa "Terhitung mulai Agustus 2020, pengusaha kena pajak (PKP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di seluruh Indonesia harus membuat bukti pemotongan dan menyampaikan SPT masa pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 dan/atau Pasal 26" sehingga terkesan kita harus membuat bukti potong walaupun tidak melakukan transaksi yang mengharuskan kita memotong pph ps.23/26. mohon penjelasannya

17 Juni 2020 | 10:54 WIB

Salam hormat, Perkenalkan saya Anton dari badan usaha di wilayah Gresik. Dari syarat keempat tertulis diatas, apakah kami juga harus melakukan hal tersebut padahal kami terdaftar di KPP PRATAMA Gresik Selatan. ?? Sebab kami belum mendapatkan sosialisasi tentang kewajiban tersebut. terimakasih atas informasinya. salam. IG : antonrachafitra

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 04 Februari 2025 | 09:10 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Airlangga Minta Ada Perlakuan Khusus Bagi PKP Consumer Goods

Senin, 03 Februari 2025 | 15:30 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Senin, 03 Februari 2025 | 14:09 WIB CORETAX SYSTEM

Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Senin, 03 Februari 2025 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Airlangga Minta Kendala Coretax Jangan Sampai Ganggu Penerimaan Negara

BERITA PILIHAN
Selasa, 04 Februari 2025 | 12:30 WIB CORETAX SYSTEM

Integrasikan Pengawasan WP, Coretax Perlu Terhubung ke Semua Instansi

Selasa, 04 Februari 2025 | 12:00 WIB PMK 81/2024

PMK 81/2024 Ubah Aturan Penyetoran PPh PHTB oleh Instansi Pemerintah

Selasa, 04 Februari 2025 | 11:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Ketentuan Rekening dalam Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak

Selasa, 04 Februari 2025 | 11:00 WIB PMK 136/2024

Mengawal Pajak Minimum Global Sejak Awal

Selasa, 04 Februari 2025 | 10:30 WIB KABUPATEN SLEMAN

Ada Kenaikan NJOP, Pemda Pastikan Tidak Berlaku Massal

Selasa, 04 Februari 2025 | 10:00 WIB APBN 2025

Prabowo Instruksikan Penghematan, Kemenkeu Siap Efisiensi Anggaran

Selasa, 04 Februari 2025 | 09:10 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Airlangga Minta Ada Perlakuan Khusus Bagi PKP Consumer Goods

Senin, 03 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 7/2025

Kemenkeu Terbitkan Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah

Senin, 03 Februari 2025 | 17:30 WIB PMK 136/2024

Ada De Minimis Exclusion, Pajak Minimum Global Bisa Jadi Nol