Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan merilis beleid yang akan menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bendahara pengeluaran, penerimaan, dan/atau bendahara desa. Pencabutan NPWP ini akan dilakukan secara jabatan oleh Dirjen Pajak.
Selain pencabutan NPWP, Dirjen Pajak juga akan mencabut pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) atas bendahara penerimaan. Adapun pencabutan ini akan dilakukan setelah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.231/PMK.03/2019 resmi berlaku yaitu pada 1 April 2020.
“Direktur Jenderal Pajak secara jabatan menghapus NPWP bendahara pengeluaran, penerimaan, atau desa yang dimiliki sebelum PMK ini berlaku dan mencabut pengukuhan PKP bendahara penerimaan yang dikukuhkan sebelum PMK ini berlaku,” demikian bunyi Pasal 27 ayat (1) beleid tersebut.
Selain melakukan pencabutan, Dirjen Pajak juga akan menerbitkan NPWP baru untuk seluruh instansi pemerintah secara jabatan. Begitu pula dengan pengukuhan PKP akan dilakukan secara jabatan bagi instansi pemerintah yang bendahara penerimaannya telah dikukuhkan sebagai PKP sebelumnya.
Kemudian, atas langkah pencabutan NPWP dan pengukuhan PKP secara jabatan ini, instansi pemerintah harus melakukan dua hal. Pertama, menyampaikan perubahan data ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat Instansi pemerintah terdaftar setelah menerima NPWP baru.
Kedua, mengajukan permohonan Sertifikat Elektronik dan aktivasi akun PKP bagi Instansi Pemerintah yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Namun, beleid ini menegaskan selama belum memasuki 1 April 2020 maka pelaksanaan hak dan kewajiban pajak tetap menggunakan NPWP bendahara.
Kemudian, atas dokumen kontrak dan/atau penagihan yang menggunakan NPWP bendahara karena disusun sebelum PMK ini berlaku, tetapi penyetoran pajak dilakukan setelah berlakunya PMK ini maka penyetoran pajak tersebut menggunakan NPWP instansi pemerintah.
Beleid ini dimaksudkan untuk mendorong kepatuhan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak bagi instansi pemerintah. Melalui beleid ini, Kemenkeu mewajibkan instansi pemerintah untuk mendaftarkan diri pada KPP atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
Lebih lanjut, beleid ini juga menjabarkan penyesuaian atas tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai (PPN) serta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) oleh instansi pemerintah.
Melalui beleid ini pula pemerintah memberikan penjabaran contoh perhitungan dan pemotongan untuk setiap PPh yang harus dipotong oleh instansi pemerintah. Adapun beleid ini diundangkan pada 31 Desember 2019 dan berlaku 3 bulan setelahnya. Berlakunya beleid ini akan sekaligus mencabut yaitu Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.563/KMK.03/2003. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
mesti dibangun NPWP turunan yang unique spy bisa lebih dikontrol..per wilayahnya... klo dipusatkan akan menyulitkan analisa perlakuan perpajakannya... dan terjadi konsentrasi penerimaan pada pusat ..akan susuh mencari informasi perpajakannya... yg terkait transaksinya...