DDTC WORKING PAPER

Pentingnya Transformasi Kebijakan Pajak Era Disrupsi, Baca Kajian Ini

Redaksi DDTCNews | Senin, 10 Mei 2021 | 19:30 WIB
Pentingnya Transformasi Kebijakan Pajak Era Disrupsi, Baca Kajian Ini

DDTC Working Paper 2321.

JAKARTA, DDTCNews – DDTC kembali merilis hasil kajian dalam bentuk DDTC Working Paper pada hari ini, Senin (10/5/2021). Bahasan dalam DDTC Working Paper kali ini berkaitan dengan tantangan perpajakan akibat masifnya perkembangan digitalisasi dalam perekonomian.

DDTC Working Paper bertajuk Inovasi Kebijakan Penerimaan Negara dalam Dynamic Disruption: Peluang dan Tantangan Perpajakan Nasional dalam Era Digital Ekonomi ditulis KaKanwil DJP Jakarta Utara sekaligus dosen Pascasarjana FIA Universitas Indonesia Edi Slamet Irianto. Download DDTC Working Paper 2321 di sini.

Dalam kajian ini, Edi menyatakan inovasi-inovasi dalam era disrupsi terjadi sangat dinamis sehingga memaksa tiap negara untuk meresponsnya dengan berbagai transformasi kebijakan yang efektif. Transformasi kebijakan perpajakan menjadi salah satu aspek yang krusial.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

“Kebijakan perpajakan yang ada saat ini masih berorientasi pada situasi konvensional. Padahal, inovasi dinamis yang terjadi dalam dunia usaha memperlihatkan kecenderungan meninggalkan pola konvensional,” tulis Edi dalam DDTC Working Paper tersebut.

Edi mengatakan inovasi kebijakan perpajakan penting untuk menghadapi inovasi disrupsi (disruptive innovation) dalam dunia industri, bisnis, dan ekonomi. Inovasi disrupsi dapat menjadi ancaman terjadinya tax potential loss, bahkan mengganggu fungsi pajak sebagai instrumen keadilan.

Terlebih lagi, kebijakan pajak konvensional yang ada saat ini belum mampu menjaring potensi penerimaan pajak dari transaksi e-commerce karena taxing power atas business income hanya bisa dilakukan apabila terdapat bentuk usaha tetap (BUT) atau permanent establishment (PE).

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Adapun permasalahan yang perlu direspons di antaranya pertama, base erosion and profit shifting (BEPS) yang telah menjadi common issue di berbagai negara. Kedua, collaborative governance yang hingga saat ini belum terimplementasikan dengan baik.

Ketiga, pemanfaatan data basis pajak pascapemberlakuan tax amnesty. Keempat, keterbukaan data perbankan. Kelima, kesepakatan automatic exchange of information (AEoI). Keenam, dukungan politik dari lingkungan perpajakan serta kepercayaan dari masyarakat yang belum optimal.

Fenomena tersebut menunjukkan pentingnya reformasi administrasi perpajakan yang fundamental, bahkan revolusioner. Artinya, reformasi harus diarahkan untuk mengubah pondasi relasi perpajakan antara negara dan rakyat sehingga memperoleh kepercayaan dan legitimasi perpajakan.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

“Serta [reformasi dapat] menjangkau setiap perubahan kegiatan ekonomi masyarakat yang sangat dinamis,” tulis Edi dalam kajian tersebut.

Dibuka dengan pemaparan alasan pentingnya inovasi kebijakan dalam bagian pendahuluan, Edi melanjutkan dengan penjelasan kondisi ekonomi global, regional, dan nasional. Dia juga menyinggung perlunya kebijakan perpajakan yang progresif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Dalam bagian rekomendasi kebijakan, Edi memaparkan 5 strategi yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan reformasi perpajakan. Pertama, reformasi di bidang peraturan perundang-undangan perpajakan.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan Daerah, Kota Ini Bakal Bentuk Tim Intelijen Pajak

Kedua, transformasi kelembagaan dan struktur organisasi. Ketiga, transformasi sumber daya manusia (SDM). Keempat, transformasi teknologi informasi dan database. Kelima, infrastuktur dan anggaran.

Dalam kajiannya, Edi mengatakan semua reformasi perpajakan harus dapat mendorong kepercayaan masyarakat yang akan meningkatkan tax legitimacy. Dengan demikian, akan tercipta kepatuhan pajak yang akan mendorong penerimaan pajak berkelanjutan dan inklusif.

Karena aktivitas-aktivitas ekonomi merupakan sumber-sumber penerimaan negara, sambung dia, kebijakan perpajakan harus didesain mengacu pada evidence-based tax policy. Desain itu memperhatikan keseimbangan antara sustainable and inclusive tax revenue productivity dan pajak sebagai social, political, and economic engineering. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:30 WIB SERBA-SERBI PAJAK

Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 10:30 WIB KOTA SERANG

Kejar Pendapatan Daerah, Kota Ini Bakal Bentuk Tim Intelijen Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja