BERITA PAJAK HARI INI

Penjelasan Wajib Pajak atas SP2DK Bakal Diteliti Pegawai KPP

Redaksi DDTCNews | Jumat, 18 Februari 2022 | 08:28 WIB
Penjelasan Wajib Pajak atas SP2DK Bakal Diteliti Pegawai KPP

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Jawaban wajib pajak atas Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) akan diteliti pegawai KPP. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (18/2/2022).

Jawaban atau penjelasan dari wajib pajak atas SP2DK akan terlebih dahulu diteliti pegawai kantor pelayanan pajak (KPP) yang memiliki tugas pengawasan. Penelitian dilakukan sebelum penentuan simpulan dan rekomendasi tindak lanjut.

“Pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan/tim pengawasan perpajakan melakukan penelitian atas penjelasan yang diterima dari wajib pajak dengan berdasarkan pada pengetahuan, keahlian, dan sikap profesional," bunyi penggalan materi dalam SE-05/PJ/2022.

Baca Juga:
Optimalkan Setoran Pajak Kendaraan di Kota Ini, Razia Akan Digencarkan

Penelitian dilakukan dengan cara membandingkan hasil penelitian kepatuhan material oleh Ditjen Pajak (DJP), penjelasan dari wajib pajak beserta bukti pendukungnya, dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilakukan wajib pajak.

Selain mengenai SP2DK, ada pula bahasan tentang agenda terkait dengan perpajakan pada Jalur Keuangan yang dibahas dalam Presidensi G-20 Indonesia. Kemudian, ada pula bahasan mengenai pajak karbon.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Mengunjungi Wajib Pajak

Untuk melakukan validasi penjelasan atas SP2DK, pegawai KPP dapat mengunjungi wajib pajak. Bila penelitian atas jawaban wajib pajak belum menghasilkan simpulan dan rekomendasi tindak lanjut, kepala KPP berwenang mengundang wajib pajak untuk melakukan pembahasan.

Baca Juga:
Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Terdapat beberapa simpulan dan tindak lanjut yang dapat dituangkan dalam Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (LHP2DK). Rekomendasi tindak lanjut akan ditentukan berdasarkan simpulan. Simak pula Fokus Kunjungan Dijalankan, ‘Surat Cinta’ Disampaikan. (DDTCNews)

Simpulan dan Rekomendasi atas Jawaban SP2DK

KPP dapat menyimpulkan wajib pajak tidak memiliki indikasi ketidakpatuhan; wajib pajak tidak menyampaikan penjelasan atas SP2DK; wajib pajak menyampaikan penjelasan sesuai hasil penelitian dan mau melakukan pembetulan SPT; wajib pajak memiliki data yang tak sesuai dengan kondisi sebenarnya; hingga wajib pajak terindikasi melakukan tindak pidana.

Dari simpulan tersebut, rekomendasi tindak lanjut yang diambil bisa berupa penyelesaian kegiatan P2DK; pengusulan pengawasan atas penyampaian atau pembetulan SPT; pengusulan pemeriksaan; pengusulan penelitian kepatuhan material ulang; hingga pengusulan untuk pemeriksaan bukti permulaan.

Baca Juga:
Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

Selanjutnya, LHP2DK harus diselesaikan oleh KPP paling lama 60 hari kalender sejak tanggal disampaikannya SP2DK. Berdasarkan pertimbangan kepala KPP, penyusunan LHP2DK dapat diperpanjang hingga 30 hari. (DDTCNews)

Agenda Perpajakan Internasional di Forum G-20

DJP menyatakan setidaknya ada 3 terkait dengan perpajakan internasional yang dibahas dalam Presidensi G-20 Indonesia. Pertama, mempercepat implementasi konsensus global mengenai solusi mengatasi tantangan pajak yang timbul dari digitalisasi ekonomi yang diinisiasi oleh OECD dan G-20.

Kedua, mengarahkan implementasi insentif pajak dan kebijakan pajak untuk negara berkembang dalam rangka pemulihan pascapandemi. Simak pula Fokus Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital.

Baca Juga:
Senator Minta Penumpang Pesawat Kelas Ekonomi Tak Dipungut Travel Tax

Ketiga, mengarahkan potensi kontribusi skema pajak karbon/ environmental tax. Baca pula ‘Simak, Ini Skema Pengenaan Pajak Karbon dalam UU HPP’. (DDTCNews)

Pengenaan Pajak Karbon

Peneliti Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Joko Tri Haryanto mengatakan pemerintah telah merancang roadmap pengenaan pajak karbon yang dilakukan bertahap. Pada April tahun ini, pajak karbon mulai dikenakan pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

“Setelah 2024, 2025 akan dimulai pungutan atas pajak karbon untuk sektor yang lain, misalnya sektor transportasi, bangunan, sektor berbasis lahan,” jelas Joko. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Ketidakpastian Global

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai munculnya Covid-19 varian Omicron telah meningkatkan ketidakpastian global pada saat ini. Semua negara harus bekerja sama untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi global walaupun prosesnya tidak merata dan tidak mudah.

"Varian Omicron berkontribusi menambah ketidakpastian global. Sama seperti varian Covid sebelumnya, dampak yang dirasakan setiap negara juga berbeda-beda," katanya dalam Opening of the 1st Finance Minister and Central Bank Governor Meeting. (DDTCNews)

Bukti Pot/Put Unifikasi

Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1), pemotong/pemungut PPh yang sudah membuat bukti pot/put unifikasi dan menyampaikan SPT Masa PPh unifikasi berdasarkan PER-23/PJ/2020 harus mengikuti ketentuan PER-24/PJ/2021 mulai masa pajak Januari 2022.

Baca Juga:
DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Selain wajib pajak tersebut, pembuatan bukti pot/put unifikasi dan penyampaian SPT Masa PPh unifikasi dapat dilaksanakan mulai masa pajak Januari 2022 (bersifat opsional), tetapi harus dilaksanakan mulai masa pajak April 2022 (bersifat kewajiban).

“Pemotong/pemungut PPh yang telah membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi … tidak dapat membuat bukti pemotongan/pemungutan dan/atau menyampaikan SPT Masa PPh selain yang diatur berdasarkan peraturan direktur jenderal ini untuk masa pajak selanjutnya,” bunyi penggalan Pasal 13 ayat (3) PER-24/PJ/2021. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:30 WIB KPP BADAN DAN ORANG ASING

Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan