Ilustrasi.
KAMPALA, DDTCNews - Sebanyak 40 perusahaan migas yang tergabung dalam Association of Oil Marketers di Uganda meminta kepada Kementerian Keuangan untuk melakukan intervensi atas sengketa pajak antara asosiasi dan Uganda Revenue Authority (URA).
Dalam petisinya, asosiasi merasa keberatan atas kebijakan URA yang mewajibkan pemungutan withholding tax sebesar 15% atas semua biaya jasa transportasi yang mereka bayar ketika mengimpor minyak bumi.
"Sikap URA tidak sejalan dengan norma dan pendekatan di negara lain. Tanzania, Kenya, Zambia, dan Ethiopia tidak mengenakan pajak atas pembayaran jasa transportasi kecuali bila penerima penghasilan memiliki unit bisnis di dalam negeri," tulis Association of Oil Marketers dalam suratnya, dikutip Sabtu (5/2/2022).
Sejak 2019, banyak perusahaan logistik dan juga pabrikan yang bersengketa dengan URA akibat masalah ini. Namun, URA baru benar-benar mewajibkan importir untuk memungut withholding tax pada tahun ini.
Berdasarkan opini Kejaksaan Agung, pemungutan pajak yang dilakukan oleh URA juga tidak dibenarkan secara hukum. Bila URA tetap bersikukuh mewajibkan importir memungut withholding tax atas pembayaran jasa transportasi, asosiasi mengkhawatirkan terjadinya kenaikan harga BBM.
"Bila perusahaan logistik asing menolak pajak 15%, maka perusahaan Uganda harus menanggung pajaknya. Akibatnya, biaya yang ditanggung oleh konsumen akhir akan meningkat," tulis Association of Oil Marketers seperti dilansir allafrica.com.
Dengan sikap URA yang berpotensi menimbulkan sengketa dengan wajib pajak, biaya yang ditanggung pengusaha berpotensi meningkat dan daya saing Uganda sebagai lokasi investasi dikhawatirkan bakal menurun. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.