Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memberikan penjelasan terkait dengan pihak yang berhak menandatangani SPT Badan, baik SPT Masa maupun SPT Tahunan. Pihak yang dimaksud ialah pengurus.
Merujuk pada Pasal 32 ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang untuk ikut menentukan kebijakan atau mengambil keputusan dalam perusahaan. Misal, berwenang menandatangani cek, kontrak dengan pihak ketiga, dan lain sebagainya.
“Untuk penandatangan SPT Badan, baik masa maupun tahunan, harus ditandatangani oleh pengurus. Bukti potong juga ditandatangani oleh pengurus,” sebut DJP dalam akun Twitter @kring_pajak, Kamis (2/2/2023).
DJP menambahkan seseorang yang tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera, baik dalam akta pendirian maupun akta perubahan, termasuk dalam pengertian pengurus. Ketentuan ini juga berlaku untuk komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali.
Dengan demikian, seseorang yang termasuk dalam pengertian pengurus tersebut dapat menjabat sebagai komisaris, pemegang saham mayoritas atau pengendali, pemegang saham, karyawan wajib pajak badan, atau pihak lain.
Namun, untuk diperhatikan, pengurus yang menandatangani SPT tersebut harus tetap terbukti nyata-nyata mempunyai wewenang untuk ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan kegiatan perusahaan.
Selain itu, pengurus juga tidak memerlukan surat kuasa khusus dalam bertindak sebagai wakil wajib pajak badan.
Tambahan informasi, ketentuan mengenai SPT Wajib Pajak badan harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.