PPh Pasal 25 (3)

Penghitungan Angsuran Pajak dalam Berbagai Kondisi

Redaksi DDTCNews | Kamis, 23 Februari 2017 | 15:01 WIB
Penghitungan Angsuran Pajak dalam Berbagai Kondisi

SETELAH memahami tarif PPh Pasal 25 dan tata cara pembayaran maupun laporannya, perlu diketahui bahwa ketentuan penghitungan PPh Pasal 25 juga dapat berbeda dari penghitungan secara umum. Perbedaan penghitungan itu tergantung dari kondisi-kondisi yang dihadapi wajib pajak. Berikut penjelasannya:

PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan

Mengingat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi adalah akhir tahun bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi wajib pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya anggsuran yang harus dibayar untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.

Apabila dalam tahun pajak berjalan wajib pajak menerima Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Apabila dalam tahun pajak berjalan wajib pajak menerima SKP untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak akan dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut. Nilai PPh Pasal 25 yang baru akan mulai berlaku pada bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian

Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT, SKP, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh).

Apabila wajib pajak badan memiliki kompensasi kerugian fiskal, yang timbul pada tahun pajak sebelumnya, maka kerugian fiskal tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto pada tahun pajak berikutnya sampai dengan 5 tahun. Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 25 bagi wajib pajak yang berhak atas kompensasi kerugian tersebut adalah sebagai berikut:

{(Penghasilan Neto menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Lalu - Kompensasi Kerugian) x Tarif Pasal 17 UU PPh} - PPh Pasal 22,23,24/(12 bulan)

Baca Juga:
Ketentuan Pelaporan PPh Atas Penjualan Saham Berubah, Jadi Lebih Cepat

Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur

Suatu perusahaan umumnya menerima penghasilan yang bersifat teratur dan tidak teratur. Penghasilan teratur merupakan penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Sedangkan penghasilan tidak teratur dapat berupa keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.

Penghasilan tidak teratur ini dapat dipotong/dipungut pajak oleh pihak yang memberikan penghasilan. Terkait dengan penghasilan teratur dan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25 bagi wajib pajak yang memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebagai berikut:

Baca Juga:
WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

{(Penghasilan Neto menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Lalu - Penghasilan Tidak Teratur) x Tarif Pasal 17 UU PPh} - PPh Pasal 22,23,24)/(12 bulan)

SPT Tahunan PPh disampaikan setelah batas waktu yang ditetapkan

Dalam kondisi tertentu, misalnya audit laporan keuangan perusahaan belum selesai dilakukan, atau belum tersedianya dana untuk membayar pajak yang terutang, sehingga perusahaan menyampaikan SPT Tahunan PPh setelah jatuh tempo yang telah ditetapkan. Bila kondisi tersebut dialami oleh wajib pajak badan, maka nilai angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan setiap bulannya adalah sebagai berikut:

  1. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak lalu dan hanya bersifat sementara.
  2. Setelah wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali sebagai berikut:

((PPh terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Lalu - PPh Pasal 22,23,24))/(12 bulan)

Baca Juga:
Negara Ini Bebaskan Pajak untuk Pengusaha Beromzet hingga Rp1 Miliar

Atas kondisi tersebut, terdapat dua konsekuensi yang terjadi atas PPh Pasal 25, yaitu:

  1. Apabila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih besar dari yang telah dibayarkan, maka kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per-bulan sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal penyetoran.
  2. Apabila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih kecil dari yang telah dibayarkan, maka atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya.

Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh

Dalam kondisi tertentu wajib pajak badan dapat saja mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. Apabila hal tersebut dilakukan oleh wajib pajak, maka berikut ini merupakan ketentuan dalam menghitung besarnya nilai PPh Pasal 25.

  1. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan sementara yang disampaikan wajib pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.
  2. Setelah wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dengan memerhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

((PPh terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Lalu - PPh Pasal 22,23,24))/(12 bulan)

Baca Juga:
PMK 81/2024 Perinci Ketentuan Bukti Potong PPh atas Penjualan Saham

Atas kondisi tersebut, terdapat dua konsekuensi yang terjadi atas PPh Pasal 25, yaitu:

  1. Apabila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih besar dari yang telah dibayarkan, maka kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per-bulan sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal penyetoran.
  2. Apabila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih kecil dari yang telah dibayarkan, maka atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya.

Wajib pajak melakukan pembetulan sendiri SPT Tahunan PPh

Dalam hal wajib pajak dalam tahun berjalan membetulkan sendiri SPT PPh Tahun pajak lalu, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan dan akan berlaku surut mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan tersebut. Atas pembetulan SPT Tahunan yang dilakukan terdapat dua konsekuensi yang terjadi atas PPh Pasal 25, yaitu:

  1. Bila nilai PPh Pasal 25 ternyata menjadi lebih besar dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan. Atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per-bulan sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal penyetoran.
  2. Bila nilai PPh Pasal 25 ternyata menjadi lebih kecil dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan. Atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT PPh Pembetulan.

Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak

Perubahan keadaan kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh wajib pajak, merupakan hal yang wajar. Di mana tidak jarang wajib pajak dihadapkan pada kondisi-kondisi tertentu yang dapat secara drastis meningkatkan laba ataupun sebaliknya. Perubahan penghasilan yang diterima/diperoleh wajib pajak akan mempengaruhi kewajiban PPh Pasal 25.

Baca Juga:
Ingat, Pegawai Tetap Berhak Meminta Kembali Kelebihan Potongan PPh 21

Jika dalam tahun pajak berjalan terjadi penurunan omzet, maka wajib pajak badan dapat mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25. Namun jika kondisi yang terjadi adalah laba wajib pajak dalam tahun pajak berjalan bertambah besar, maka besarnya nilai PPh Pasal 25 dapat dihitung kembali.

Apabila wajib pajak mengalami penurunan pendapatan dan ingin mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25, maka berikut adalah ketentuan yang perlu diketahui:

  1. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan tersebut, saat telah 3 bulan atau lebih berjalannya satu tahun pajak;
  2. Wajib pajak dapat memperlihatkan bahwa PPh yang terutang pada tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari dasar penghitungan PPh Pasal 25;
  3. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib pajak Terdaftar;
  4. Wajib pajak harus menyertakan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh, serta besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan;
  5. Bila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan tersebut, Kepala KPP tidak memberikan keputusan, maka permohonan wajib pajak tersebut dianggap diterima;
  6. Bila permohonan tersebut dikabulkan maka wajib pajak dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jika dalam tahun pajak berjalan wajib pajak mengalami peningkatan usaha, dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari dasar penghitungan PPh Pasal 25, maka besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak tersebut harus dihitung kembali oleh wajib pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak di mana wajib pajak terdaftar.*


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Minggu, 22 Desember 2024 | 13:00 WIB KPP PRATAMA SINTANG

WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?