JERMAN

Penghasilan Influencer Medsos Kena Pajak, Otoritas Bikin Buku Panduan

Redaksi DDTCNews | Kamis, 13 Agustus 2020 | 11:30 WIB
Penghasilan Influencer Medsos Kena Pajak, Otoritas Bikin Buku Panduan

Ilustrasi. (DDTCNews)

MUNICH, DDTCNews—Kementerian Keuangan Jerman sedang fokus menggali potensi pajak ekonomi digital dengan menerbitkan buku panduan khusus perpajakan bagi influencer media sosial.

Panduan tersebut kemudian diterjemahkan otoritas pajak negara bagian Bavaria dengan membuat formulir tanya jawab yang menjadi panduan para influencer medsos melaksanakan kewajiban perpajakannya.

"Pendapatan dari pekerjaan anda sebagai influencer pada dasarnya dikenakan pajak penghasilan," tulis keterangan dalam formulir panduan kantor pajak Bavaria dikutip Kamis (13/8/2020).

Baca Juga:
Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

Kantor pajak Bavaria menyebutkan para influencer wajib melaporkan semua pendapatan baik dari kegiatan influencer dan pendapatan lainnya dalam surat pemberitahuan (SPT) jika nilainya melebihi €9.408 per tahun.

Apabila tidak melaksanakan kewajiban perpajakan secara benar, lanjut otoritas, sederet konsekuensi bakal menanti wajib pajak, mulai dari dikenakan denda bunga hingga gijzeling atau penyanderaan.

Kemenkeu mendefinisikan influencer sebagai individu atau kelompok yang memiliki pengetahuan atau keahlian tertentu dalam memengaruhi perilaku orang lain melalui media sosial. Kegiatan influencer ini juga memberikan manfaat secara ekonomis dengan kompensasi untuk mendukung suatu produk secara daring.

Baca Juga:
Trump Tarik AS dari Kesepakatan Pajak Global, Ini Kata Sri Mulyani

Buku panduan otoritas fiskal secara detail memberikan perhatian khusus kepada kegiatan influencer di ranah media sosial. Penggalian informasi terkait proses bisnis dan implikasi perpajakan para influencer dilakukan Kemenkeu melalui penelitian dan berkerja sama dengan mitra bisnis influencer.

Tak hanya itu, Jerman juga mulai mengatur aktivitas bisnis influencer media sosial dengan mewajibkan untuk terdaftar di kantor perdagangan. Lalu, wajib melakukan pembukuan dan mengirimkan aktivitas komersial kepada kantor pajak negara bagian.

Buku panduan juga menyebutkan kewajiban perpajakan influencer media sosial tidak berhenti kepada membayar PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.

Baca Juga:
Trump Janji Segera Bebaskan Uang Tip dari Pajak Penghasilan

Jika aktivitas bisnis influencer memiliki pendapatan lebih dari €24.500 per tahun maka akan dikenai pajak atas aktivitas perdagangan. Beban fiskal tersebut dapat diklaim sebagai kredit pajak atas beban PPh OP tahunan para influencer.

Selain itu, setiap transaksi yang dilakukan influencer media sosial juga wajib memungut PPN dan bea lainnya jika memiliki sumber pendapatan tunggal sebagai influencer lebih dari €22.000 per tahun dan berlaku untuk tahun fiskal 2020.

"Review atau pengujian produk seperti menginap gratis di hotel, uji produk dan uji paket liburan dianggap sebagai keuntungan nontunai dan dapat dikenakan pajak penghasilan dan juga dikenakan PPN. Pengecualian pungutan mungkin berlaku jika barang dikembalikan setelah dilakukan review," tulis buku panduan pajak influencer dilansir dari Tax Notes International. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

13 Agustus 2020 | 20:43 WIB

Ini merupakan salah satu terobosan yang bisa diikuti oleh Indonesia. Terlebih mengingat saat ini pemerintah menghadapi tantangan perubahan perilaku masyarakat yang terdigitalisasi. Dimulai dengan pengenaan PPN atas PMSE, semoga Pemerintah Indonesia bisa mengikuti langkah Jerman namun tentu disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan nasional.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 10:51 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP