BERITA PAJAK HARI INI

Penerimaan PPh Badan Minus 7,3%, Ada Efek Pemberian Insentif Pajak

Redaksi DDTCNews | Jumat, 09 Juli 2021 | 08:19 WIB
Penerimaan PPh Badan Minus 7,3%, Ada Efek Pemberian Insentif Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Kontraksi penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan pada semester I/2021 lebih kecil dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun lalu. Kinerja penerimaan pajak tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (9/7/2021).

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan penerimaan PPh badan pada semester I/2021 tercatat minus 7,3%. Kontraksi itu lebih kecil dibandingkan dengan realisasi pada semester I/2020 yang tercatat minus 22,4%.

Yon mengatakan pada tahun lalu, ada fasilitas yang diberikan pemerintah dalam bentuk pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan pembebasan PPh Pasal 22 impor. Hal ini membantu cash flow perusahaan. Akibatnya, kredit pajak menjadi lebih kecil.

Baca Juga:
Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

“Sehingga pada waktu mengisi SPT Tahunan tahun ini, jumlah pajak terutangnya masih ada,” ujar Yon.

Selain mengenai kinerja penerimaan pajak, masih ada pula bahasan mengenai revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Salah satunya masih terkait dengan rencana penerapan alternative minimum tax (AMT).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pembayaran Kekurangan Pajak

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pada tahun lalu, Sebagian perusahaan masih mengalami keuntungan. Karena ada pemanfaatan insentif pada tahun lalu, pembayaran pajaknya lebih kecil.

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

“Secara otomatis kemarin, pada bulan April, banyak mengakibatkan pembayaran kekurangan pajaknya cukup besar sehingga kontraksinya [penerimaan PPh badan] tidak sedalam tahun lalu,” imbuh Yon. (DDTCNews)

Realisasi Penerimaan Pajak

Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak pada semester I/2021 senilai Rp557,77 triliun atau tumbuh 4,89% dari periode yang sama tahun lalu. Realisasi itu juga setara dengan 45,36% terhadap target Rp1.229,59 triliun.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan data penerimaan pajak tersebut terus menunjukkan tren perbaikan. Hingga Juni 2021, hanya PPh nonmigas yang masih minus sedangkan jenis pajak lainnya sudah mencatat pertumbuhan positif. Simak ‘Penerimaan Pajak 3 Sektor Usaha Tumbuh Positif, Apa Saja?’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Aggressive Tax Planning

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan wajib pajak yang mengaku mengalami kerugian fiskal bertahun-tahun tapi tetap bisa beroperasi dikarenakan adanya aggressive tax planning.

Merespons kondisi tersebut, pemerintah berencana menerapkan AMT atau PPh minimum. Dalam revisi UU KUP, pemerintah mengusulkan pengenaan pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto terhadap wajib pajak badan yang melaporkan rugi atau yang memiliki PPh badan terutang kurang dari 1% dari penghasilannya.

“Dengan demikian walaupun wajib pajak mengalami kerugian fiskal secara bertahun-tahun akibat aggressive tax planning yang dilakukannya, AMT mampu memberikan jaminan adanya kontribusi minimum dari wajib pajak,” ujarnya. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Perlunya Penerapan Mandatory Disclosure Rule

Rencana penerapan general anti-avoidance rule (GAAR) dan AMT dalam revisi UU KUP, perlu didukung dengan penerapan mandatory disclosure rule (MDR).

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan dengan adanya MDR, wajib pajak harus melaporkan skema perencanaan pajak yang mereka lakukan. Dengan demikian, DJP bisa menilai bisa diterima atau tidaknya skema tax planning wajib pajak.

Darussalam mengatakan GAAR bisa digunakan sebagai instrumen untuk menangkal praktik penghindaran pajak. Termasuk penghindaran pajak yang berpotensi muncul dari penerapan AMT. Simak ‘Kombinasi 3 Instrumen Ini Efektifkan Pencegahan Penghindaran Pajak’. (DDTCNews)

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Darmin Nasution Sarankan Perubahan Nama RUU KUP

Mantan Dirjen Pajak Darmin Nasution menyarankan pemerintah dan DPR mengubah nama revisi UU KUP karena substansinya terlalu kompleks. Darmin mengatakan secara historis, UU KUP hanya mengatur tentang hukum acara perpajakan. Ruang lingkup untuk setiap jenis perpajakan diatur dalam UU terpisah.

"Saya rasa agar tidak ada kerancuan dalam UU Perpajakan, mungkin lebih baik kita sebutnya nanti UU Konsolidasi Perpajakan atau Harmonisasi Perpajakan," katanya. Simak ‘Saran Darmin Nasution, RUU KUP Diubah Jadi RUU Konsolidasi Perpajakan’. (DDTCNews)

Natura yang Bukan Objek PPh

Pemerintah akan tetap mengelompokkan beberapa jenis natura (fringe benefit) yang bukan objek PPh bagi penerimanya. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan dengan rencana penerapan fringe benefit tax dalam revisi UU KUP, natura bisa dianggap menjadi biaya bagi perusahaan atau pemberi dan sebagai penghasilan bagi penerima.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

“Namun, memang benar masih ada beberapa model fringe benefit yang coba dikecualikan. Bagi perusahaan tetap merupakan biaya. Namun demikian, di sisi penerimanya, [natura] bukan merupakan penghasilan,” ujar Suryo. (DDTCNews)

Pemanfaatan Kemajuan Teknologi

Big data, advanced analytics, artificial intelligence, dan robotics process automation adalah sederet kemajuan teknologi digital yang akan dimaanfatkan DJP melalui Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax system.

Pada 2024, saat implementasi sistem baru secara nasional dilakukan, DJP berharap masyarakat dapat menikmati layanan yang lebih mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti. Dengan demikian, beban kepatuhan wajib pajak diharapkan bisa tertekan.

“Dengan sistem yang terdigitalisasi, berbasis data, dan terintegrasi maka akan membantu kita melayani wajib pajak secara lebih personalized dan efektif,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

15 Juli 2021 | 13:02 WIB

DJP perlu melakukan monitoring dan evaluasi pemanfaatan insentif oleh wajib pajak dan untuk menghindari peluang untuk disalahgunakan, sehingga tujuan dari pemberian insentif dalam rangka pemulihan perekonomian dapat benar-benar terwujud.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?