KEBIJAKAN PAJAK

Pemerintah Perlu Perjelas Definisi Hiburan yang Dikenai Pajak 40%-75%

Muhamad Wildan | Jumat, 19 Januari 2024 | 17:09 WIB
Pemerintah Perlu Perjelas Definisi Hiburan yang Dikenai Pajak 40%-75%

Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji dalam Broadcash yang disiarkan oleh Bisnis.com.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dipandang perlu membuat definisi yang lebih jelas mengenai hiburan-hiburan tertentu yang dikenai pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) dengan tarif sebesar 40% hingga 75%.

Director of DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan secara umum tarif PBJT yang berlaku atas jasa hiburan adalah sebesar 10%. Namun, ada segelintir hiburan tertentu yang dikenai pajak dengan tarif lebih tinggi dengan tujuan untuk mengendalikan konsumsinya.

"Yang menurut saya juga perlu dilihat adalah ketika kita ingin mengubah behavior, apakah definisinya sudah tepat?" ujar Bawono dalam Broadcash yang disiarkan oleh Bisnis.com, Jumat (19/1/2024).

Baca Juga:
Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Dalam UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), tarif PBJT sebesar 40% hingga 75% diberlakukan atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.

Namun, UU HKPD tidak memberikan penjelasan tentang alasan kelima jenis jasa hiburan tersebut perlu dikelompokkan dalam kategori yang sama dan dikenai tarif lebih tinggi.

"Contohnya karaoke, apakah karaoke selalu terasosiasi dengan kegiatan dewasa? Belum tentu. Spa misalkan, itu sesuatu yang sifatnya lebih ke kesehatan," ujar Bawono.

Baca Juga:
Kini Ada Opsen, Medan Mulai Aktif Tagih Pajak Kendaraan Bermotor

Tiadanya definisi yang klir dalam UU HKDP perlu diberikan kejelasan oleh pemerintah. Definisi yang pasti diperlukan agar terdapat kejelasan mengenai apa yang sesungguhnya hendak disasar oleh pemerintah dari tarif PBJT yang lebih tinggi ini.

Ketiadaan definisi yang jelas juga membuka ruang bagi pelaku usaha untuk melakukan tax planning. "Pada sisi lain, bisa malah ada tax planning. Supaya saya bisa menghindari ruang lingkup tersebut, saya masuk deh seolah-olah, misal berkedok yang lain, panti pijat misalnya. Supaya tarifnya turun," ujar Bawono.

Terlepas dari polemik tingginya tarif PBJT atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, secara rata-rata tarif pajak atas hiburan sesungguhnya sudah menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan sebelumnya.

Baca Juga:
9 Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Pemkot Tarakan beserta Tarifnya

Dalam undang-undang sebelumnya, yakni UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemda dapat mengenakan pajak hiburan hingga 35%. Pajak hiburan sebesar 75% juga bisa dikenakan atas hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, kelab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa.

Dengan hadirnya UU HKPD, tarif pajak atas jasa hiburan dibatasi maksimal hanya sebesar 10%. Tarif tinggi sebesar 40% hingga 75% hanya berlaku atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

"Secara umum pajak hiburan itu tarifnya turun dari tarif atas 35% menjadi 10%, termasuk konser, pameran, dan bioskop itu turun. Jadi yang kita bicarakan 40% hingga 75% ini tax base-nya sedikit. Memang ada daerah yang basisnya banyak, mungkin daerah wisata. Ini yang mungkin butuh local wisdom pemda masing-masing," ujar Bawono.

Baca Juga:
Kota Bogor Bakal Pakai Opsen Pajak untuk Subsidi Biskita Transpakuan

Tayangan lengkap siniar Broadcash Bisnis.com dengan Bawono Kristiaji bisa disimak melalui video di bawah ini. (sap)



Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 08:30 WIB KOTA MEDAN

Kini Ada Opsen, Medan Mulai Aktif Tagih Pajak Kendaraan Bermotor

Kamis, 30 Januari 2025 | 16:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Dedi Mulyadi Ingin Pakai 100% Pajak Kendaraan untuk Pembangunan Jalan

Kamis, 30 Januari 2025 | 11:11 WIB INFOGRAFIS PAJAK

9 Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Pemkot Tarakan beserta Tarifnya

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Entitas Dana Investasi yang Dikecualikan Pajak Minimum Global

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Dukung Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga oleh Prabowo

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:11 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPh Final 0,5% dan PTKP Rp500 Juta, Intervensi Pemerintah Dukung UMKM?