Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengeklaim berkomitmen untuk membahas RUU Perampasan Aset bersama DPR.
Namun, RUU Perampasan Aset memerlukan kajian mendalam mengingat RUU tersebut memuat konsep non-conviction based asset forfeiture atau perampasan aset tanpa pemidanaan.
"RUU Perampasan Aset ini memang perlu dikaji secara mendalam. Karena ada hal baru dalam RUU tersebut yaitu mengenal konsep non-conviction based asset forfeiture atau perampasan aset tanpa pemidanaan," ujar Wakil Menteri Hukum Edward O. S. Hiariej yang sering disapa Eddy, dikutip Kamis (5/12/2024).
Eddy mengatakan konsep perampasan aset tanpa pemidanaan pertama kali diperkenalkan dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Indonesia sendiri telah meratifikasi UNCAC melalui UU 7/2006.
Adapun tujuan dari UNCAC adalah membasmi korupsi dengan efektif dan efisien melalui kerja sama internasional dan asset recovery. "Asset recovery di sini diterjemahkan sebagai pemulihan aset, bukan perampasan aset," ujar Eddy.
Eddy pun mengatakan Indonesia sesungguhnya sudah mengenal praktik perampasan aset atas harta hasil tindak pidana korupsi sejak 1964. Namun, perampasan aset di Indonesia dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
"Pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, ini pun sudah melakukan perampasan aset meskipun masih didasarkan pada conviction based asset forfeiture," ujar Eddy.
Sebagai informasi, pemerintah dan DPR sudah bersepakat untuk memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029. Namun, RUU tersebut tidak turut dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2025.
Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Martin Manurung, RUU Perampasan Aset tidak bisa segera dibahas mengingat RUU tersebut memuat klausul-klausul yang sudah ada dalam UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan UU 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Oleh karena itu, pemerintah dan DPR perlu memastikan tidak ada pasal RUU Perampasan Aset yang tumpang tindih dengan pasal dalam UU yang sudah berlaku.
"Ini perlu pengkajian supaya UU ini tidak ada overlapping dan bertabrakan dengan UU lainnya. Kita perlu mengkaji lebih lanjut dan kemarin saya usulkan sebaiknya kita tugaskan Badan Keahlian untuk melihat RUU ini pasal demi pasal," ujar Martin pada bulan lalu. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.