JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 118/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang Pengampunan Pajak guna menjaring wajib pajak agar segera mengungkapkan harta tersembunyi secara sukarela. Berita tersebut mewarnai media nasional pagi ini, Rabu (22/1).
Ada sejumlah poin penting yang perlu dicermati. Misalnya, revisi PMK mempermudah jalan bagi wajib pajak peserta amnesti pajak untuk memperoleh surat keterangan bebas (SKB) pajak penghasilan (PPh) atas proses balik nama aset tanah dan bangunan. Wajib pajak bisa menggunakan SKB PPh atau fotokopi surat keterangan pengampunan pajak untuk mendapat fasilitas tersebut.
Poin penting lainnya, yaitu kesempatan bagi wajib pajak, baik yang ikut maupun tidak ikut amnesti pajak, untuk memperbaiki kepatuhannya. Caranya dengan melaporkan harta yang belum tercantum, baik di surat pernyataan harta (SPH) maupun surat pemberitahuan (SPT) pajak tahunan.
Jika menempuh jalan ini secara sukarela, wajib pajak terbebas dari sanksi denda 200%. Namun tetap membayar PPh sesuai tarif Peraturan Pemerintah (PP) No.36/2017. Besarnya tarif adalah 30% untuk wajib pajak pribadi, 25% badan, dan 12,5% bagi wajib pajak tertentu.
Kabar lainnya mengenai beleid pajak skema gross split yang diharapkan rampung dalam waktu dekat ini. Berikut ulasan berita selengkapnya:
Beleid yang mengatur perpajakan skema gross split diharapkan segera rampung dalam waktu dekat ini setelah ada indikasi positif terkait dengan minat pengusaha terhadap blok migas yang dilelang pemerintah. Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan beleid tentang pajak tersebut menjadi penting karena kontrak bagi hasil kotor itu baru diperkenalkan pada awal 2017. Skema bagi hasil tersebut memiliki perbedaan perhitungan pajak dengan kontrak kerja sama yang berlaku saat ini sehingga diperlukan kepastian pengaturan pajak pada wilayah kerja yang ditawarkan pemerintah.
Pemerintah berencana memperketat persyaratan jasa konsultan pajak. Pada saat bersamaa, peran konsultan pajak juga akan diperluas. Perubahan ini tercantum dalam RUU Konsultan Pajak yang akan segera dibahas DPR pada masa sidang ini. Berdasarkan draf RUU Konsultan Pajak, RUU itu akan menjadi payung hukum tertinggi yang pertama kali ada di Indonesia terkait konsultan pajak. Selama ini pengaturannya masih berpayung pada UU No. 6/1963 (UU KUP) dan revisinya, serta turunannya berupa peraturan menteri keuangan (PMK), terakhir PMK No.111/2014. RUU ini adalah penyempurnaan PMK tersebut, dengan penambahan persyaratan, serta sanksi bagi konsultan pajak. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.