Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pembuktian data dan/atau dokumen pada persidangan online di Pengadilan Pajak diyakini lebih efisien.
Hal tersebut terlihat dari hasil survei yang dilakukan bersamaan dengan debat DDTCNews periode 30 Desember 2021—19 Januari 2022. Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 77,24% peserta debat setuju tetap diberlakukannya persidangan online di Pengadilan Pajak pascapandemi Covid-19.
Dari 123 pengisi survei tersebut, sebanyak 73% setuju dan sangat setuju lebih efisiennya pembuktian data dan/atau dokumen pada persidangan online di Pengadilan Pajak. Selebihnya, yaitu sebanyak 27% responden menyatakan tidak setuju dan kurang setuju.
Ivia berpendapat persidangan online memang tidak hanya menjadi respons atas pandemi Covid-19, tetap juga perkembangan digitalisasi yang masif. Menurutnya, persidangan online merupakan pilihan yang tepat untuk dijalankan pascapandemi.
“Saya rasa persidangan online merupakan pilihan yang tepat dalam meningkatkan efektivitas pemecahan masalah baik dari segi waktu, biaya, dan tenaga tanpa mengabaikan tujuan dari persidangan,” tulisnya.
Auliya Sabrina berpendapat persidangan online memiliki kelebihan pencapaian penyelesaian sengketa pajak bisa didapatkan dengan prinsip cepat, murah, dan sederhana. Yova juga berpendapat adanya persidangan online mampu mendukung transparansi.
“Lebih efektif dalam prosesnya dan efisien dari segi waktunya, dengan tetap mengedepankan transparansi proses serta data-data terkait,” ujar Yova. Simak pula 'Sidang Online Pengadilan Pajak Diyakini Pangkas Biaya dan Hemat Waktu'.
Sementara itu, Oktaviani berpendapat ada kekhawatiran risiko peretasan data dalam persidangan online. Dalam pembuktian atau klarifikasi, terdakwa tidak dapat dihadapkan langsung. Hal ini dinilai menyulitkan penuntut umum, hakim, dan penasehat hukum dalam menggali fakta.
“Sidang online yang berbasis IT dianggap juga suatu perubahan yang cukup radikal atas proses bisnis yang selama ini berlangsung. [Hal ini] bisa membuat beberapa pihak merasa kurang siap dan khawatir bahwa pemeriksaannya, khususnya dalam pembuktian, tidak akan efektif,” katanya.
Terkait dengan lampiran data dan/atau dokumen pembuktian dalam persidangan online di Pengadilan Pajak sebanyak 78% pengisi survei memilih hardcopy dan softcopy. Adapun sebanyak 20% responden memilih softcopy saja. Hanya 2% pengisi survei yang memilih hardcopy.
Wahyu Rizky Nugroho kurang setuju dengan pemberlakuan persidangan online pascapandemi Covid-19. Pasalnya, persidangan online masih menyisakan berbagai kendala, terutama terkait dengan sarana dan prasarana.
“Jika memang mengharuskan efektif dan efesien dapat dilakukan dengan pengunaan dokumen yang bersifat elektronik sehingga mengurangi pengunaan kertas dokumen dalam proses pengadilan. Namun, untuk pelaksanaanya tetap pada tatap muka secara langsung pada ruangan persidangan,” katanya.
Seperti diketahui, awalnya, penerapan persidangan online menjadi pilihan majelis-majelis sidang di luar tempat kedudukan (SDTK) mulai Juni 2020. Selanjutnya, mulai Agustus 2021, persidangan online juga mulai dilakukan pada majelis-majelis sidang di tempat kedudukan (Jakarta).
Skema persidangan online ini sudah diamanatkan dalam Keputusan Ketua Pengadilan Pajak No.KEP-016/PP/2020. Salah satu pertimbangan diterbitkannya keputusan ini adalah tuntutan perkembangan zaman yang mengharuskan adanya proses persidangan di pengadilan yang lebih efektif dan efisien.
Keputusan itu dibuat dengan mempertimbangkan 2 payung hukum yang telah ada. Pertama, Undang-Undang (UU) Pengadilan Pajak. Kedua,Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Adapun tata cara persidangan secara elektronik tercantum dalam lampiran KEP-016/PP/2020. Persidangan secara elektronik berlaku untuk acara sidang pemeriksaan dan/atau pengucapan putusan sesuai dengan rencana umum sidang yang sudah ditetapkan oleh panitera pengganti. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.