KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pemanfaatan Minim, Ketentuan Bibit dan Benih Bebas Bea Masuk Direvisi

Dian Kurniati | Rabu, 07 Agustus 2024 | 10:30 WIB
Pemanfaatan Minim, Ketentuan Bibit dan Benih Bebas Bea Masuk Direvisi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menerbitkan PMK 41/2024 mengenai pembebasan bea masuk atas impor bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan untuk menggantikan PMK 105/2007.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Encep Dudi Ginanjar mengatakan PMK 41/2024 diterbitkan karena pemanfaatan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor bibit dan benih selama ini masih minim.

"Meskipun banyak perusahaan yang melakukan importasi komoditas bibit dan benih, tetapi nyatanya pemanfaatan fasilitas pembebasan bea masuk justru belum optimal," katanya, dikutip pada Rabu (7/8/2024).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Encep menuturkan terdapat beberapa pokok pengaturan dalam PMK 41/2024 antara lain menegaskan soal subjek penerima, penyederhanaan prosedur permohonan dan kantor pemohonnya, serta efisiensi prosedur melalui otomasi permohonan dan janji layanan.

Terkait dengan subjek penerima, pembebasan bea masuk dapat diberikan terhadap impor oleh pelaku usaha untuk industri pertanian, peternakan, atau perikanan termasuk di bidang perkebunan dan kehutanan.

Permohonan insentif fiskal tersebut dapat diajukan kepada menteri keuangan melalui kepala kantor bea dan cukai setempat dengan memaksimalkan Portal DJBC melalui sistem Indonesia National Single Window (SINSW).

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Kemudian, permohonan tersebut minimal harus memuat informasi nama dan alamat pelaku usaha; NPWP; perincian jumlah, jenis, perkiraan harga bibit dan benih; pelabuhan pemasukan; serta nomor dan tanggal invoice atau dokumen yang dipersamakan.

Apabila penelitian terhadap permohonan dinyatakan lengkap, keputusan pembebasan bea masuk akan diterbitkan paling lama 5 jam kerja dalam hal permohonan diajukan secara elektronik atau 1 hari kerja jika diajukan secara manual.

Meski demikian, importir harus memperhatikan bahwa keputusan pembebasan bea masuk hanya dapat digunakan untuk 1 kali proses impor dengan jangka waktu impor atau pengeluaran bibit dan benih paling lama 1 tahun sejak tanggal keputusan.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

PMK 41/2024 berlaku efektif pada 4 Agustus 2024. PMK ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta mendorong pengembangan industri pertanian, peternakan, dan perikanan. Adapun DJBC akan mengedepankan penyederhanaan dan efisiensi prosedur dalam pemberian fasilitas.

"Kami mengajak pelaku usaha untuk meningkatkan pemanfaatan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor bibit dan benih sehingga dapat memacu pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan di Indonesia," ujar Encep.

DJBC mencatat nilai devisa impor atas importasi bibit dan benih sepanjang 2020-2022 tercatat senilai Rp270 miliar. Sementara itu, bea masuk yang dikenakan mencapai Rp13 miliar.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Terkait dengan insentif perpajakan di Indonesia, DDTC baru-baru ini juga telah merilis buku Panduan Insentif Perpajakan di Indonesia 2024. Publikasi ini merupakan buku ke-25 yang diterbitkan DDTC.

Buku ini ditulis oleh Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi bersama dengan Director DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji, DDTC Internal Tax Solutions Lead Made Astrin Dwi Kartini, serta DDTC Academy Lead N. Daniel Sohilait. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja