KEBIJAKAN PAJAK

Pelajaran dari Covid-19: Struktur Penerimaan Pajak Perlu Diversifikasi

Dian Kurniati | Selasa, 21 April 2020 | 13:48 WIB
Pelajaran dari Covid-19: Struktur Penerimaan Pajak Perlu Diversifikasi

Para pembicara di acara Webinar perdana oleh DDTC Academy dengan topik ‘Pandemi Covid-19 & Prospek Pajak ke Depan’ yang digelar Selasa (21/4/2020).

JAKARTA, DDTCNews—Tak bisa dimungkiri, pandemi virus Corona membuat penerimaan pajak tergerus cukup dalam. Meski begitu, ada pelajaran yang bisa diambil dalam konteks perpajakan.

Hal itu disampaikan Partner Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji saat menjadi pembicara dalam acara Webinar perdana oleh DDTC Academy dengan topik ‘Pandemi Covid-19 & Prospek Pajak ke Depan’, hari ini.

Hadir pula, Research Coordinator DDTC Fiscal Research Denny Vissaro. Lebih dari 350 peserta hadir dalam Webinar tersebut, baik dari perguruan tinggi, perusahaan swasta dan BUMN, kantor konsultan, hingga kementerian/lembaga.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Menurut Bawono, administrasi pajak yang berbasis digital menjadi hal yang penting di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, pertemuan tatap muka antara petugas Ditjen Pajak dan wajib pajak juga dibatasi dalam mencegah penyebaran virus.

Pertama, kita bersyukur karena digitalisasi perpajakan di DJP sudah berjalan ketika di banyak negara berkembang lain belum ada,” katanya.

Selain itu, pandemi Corona ini juga menunjukkan seperti apa daya tahan struktur pajak ketika dihantam krisis. Menurut Bawono, struktur penerimaan pajak di Indonesia masih rentan terhadap goncangan.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Pemerintah saat ini masih bergantung pada beberapa jenis pajak seperti PPN dan PPh Badan dalam struktur penerimaan pajak. Padahal, potensi penerimaan pajak dari PPh orang pribadi non-karyawan masih terbuka lebar.

“Saya kira perlu ada diverfisikasi agar penerimaan tidak rentan goncangan. Karena begitu satu terkena hit, misalnya komoditas, PPh Badan dari sektor pertambangan langsung kena,” tutur Bawono.

Menurut prediksi DDTC Fiscal Research, realisasi penerimaan pajak tahun ini akan berada di level Rp1.218,3 triliun-Rp1223,2 triliun atau turun 8,5%-8,2% dari realisasi penerimaan pajak tahun lalu.

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Sementara itu, Denny menilai pemberian insentif pajak terhadap sektor usaha harus dilakukan hati-hati, terutama perihal kontribusi penerimaan dari PPN dan PPh Badan yang selama ini menjadi andalan pemerintah.

“Terkait tekanan penerimaan, kita perlu berhati-hati mana sektor yang perlu direlaksasi, mana yang menjadi andalan," ujarnya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

21 April 2020 | 19:28 WIB

maaf mungkin komen sy korang relevan dgn topik ug ada..

21 April 2020 | 19:27 WIB

Disinilah seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat agar tumbuh kembali, secara pelan-pelan tp pasti, sehingga sektor usaha retails akan recovery. Sebagai usulan kepada pemerintah, sudah saatnya sekarang ini Pemerintah untuk memberikan tunjangan biaya hidup bagi masyarakat, khususnya yg memiliki NPWP, karena walau bagaimana objek pajak perorangan ini pernah berjasa dan melaksanakan kewajiban perpajakan demi terselenggaranya penyelenggaraan negara sebelumnya. Mengenai besaran dan mekanisme disesuaikan dengan kondisi keuangan negara saat ini dengan melihat data pajak berdasarkan NPWP sebelumnya, dan sejak kapan terhentinya Setoran Pajak objek pajak ybs. Disamping tentunya upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara disektor perpajakan. Dengan adanya tunjangan biaya hidup selama Pandemi Covid-19 ini dari perpajakan terutama bagi pensiunan putus dan masyarakat yg tidak mempunyai penghasilan tetap, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perpajakan dan bernegara. Demikian sekedar sumbang saran. Terima kasih.

21 April 2020 | 16:59 WIB

Pandemi Covid-19 yg mengGlobal saat ini membuat sektor usaha baik skala besar menengah maupun sekala kecil mulai merasakan imbasnya dan ini akan berpengaruh terhadap penerimaan negara dari sektor perpajakan min untuk th 2020 - 2022. Dengan diterapkannya PSBB disebagian daerah dan sebagian perusahaan memberikan fasilitas WFH menyebabkan tingkat produktivitas menurun dan terjadinya inefesiensi. Untuk usaha retails, seperti pedagang K5 dan usaha yg sejenis semakin terjepit sehingga timbul istilah "Kena Corona mati, stay home juga mati" Yg mulai menggeliat saat ini biz online yg sudah merambah ke kebutuhan dasar masyarakat, tapi ini hanya untuk kalangan masyarakat tertentu ("). Sementara bagi pensiunan putus dan bagi masyarakat berpenghasilan yg tidak tetap, masa-masa kedepan ini penuh dengan kegelapan dan ketidak pastian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Disinilah seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat agar tumbuh kembali, secara pelan-pelan tp pasti, sehingga sektor usaha retails akan recovery. Sebagai usulan kepada pemerintah, sudah saatnya sekarang ini Pemerintah untuk memberikan tunjangan biaya hidup bagi masyarakat, khususnya yg memiliki NPWP, karena walau bagaimana objek pajak perorangan ini pernah berjasa dan melaksanakan kewajiban perpajakan demi terselenggaranya penyelenggaraan negara sebelumnya. Mengenai besaran dan mekanisme disesuaikan dengan kondisi keuangan negara saat ini dengan melihat data pajak berdasarkan NPWP sebelumnya, dan sejak kapan terhentinya Setoran Pajak objek pajak ybs. Disamping tentunya upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara disektor perpajakan. Dengan adanya tunjangan biaya hidup selama Pandemi Covid-19 ini dari perpajakan terutama bagi pensiunan putus dan masyarakat yg tidak mempunyai penghasilan tetap, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perpajakan dan bernegara. Demikian sekedar sumbang saran. Terima kasih.

21 April 2020 | 16:59 WIB

Pandemi Covid-19 yg mengGlobal saat ini membuat sektor usaha baik skala besar menengah maupun sekala kecil mulai merasakan imbasnya dan ini akan berpengaruh terhadap penerimaan negara dari sektor perpajakan min untuk th 2020 - 2022. Dengan diterapkannya PSBB disebagian daerah dan sebagian perusahaan memberikan fasilitas WFH menyebabkan tingkat produktivitas menurun dan terjadinya inefesiensi. Untuk usaha retails, seperti pedagang K5 dan usaha yg sejenis semakin terjepit sehingga timbul istilah "Kena Corona mati, stay home juga mati" Yg mulai menggeliat saat ini biz online yg sudah merambah ke kebutuhan dasar masyarakat, tapi ini hanya untuk kalangan masyarakat tertentu ("). Sementara bagi pensiunan putus dan bagi masyarakat berpenghasilan yg tidak tetap, masa-masa kedepan ini penuh dengan kegelapan dan ketidak pastian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Disinilah seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat agar tumbuh kembali, secara pelan-pelan tp pasti, sehingga sektor usaha retails akan recovery. Sebagai usulan kepada pemerintah, sudah saatnya sekarang ini Pemerintah untuk memberikan tunjangan biaya hidup bagi masyarakat, khususnya yg memiliki NPWP, karena walau bagaimana objek pajak perorangan ini pernah berjasa dan melaksanakan kewajiban perpajakan demi terselenggaranya penyelenggaraan negara sebelumnya. Mengenai besaran dan mekanisme disesuaikan dengan kondisi keuangan negara saat ini dengan melihat data pajak berdasarkan NPWP sebelumnya, dan sejak kapan terhentinya Setoran Pajak objek pajak ybs. Disamping tentunya upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara disektor perpajakan. Dengan adanya tunjangan biaya hidup selama Pandemi Covid-19 ini dari perpajakan terutama bagi pensiunan putus dan masyarakat yg tidak mempunyai penghasilan tetap, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perpajakan dan bernegara. Demikian sekedar sumbang saran. Terima kasih.

21 April 2020 | 16:57 WIB

Pandemi Covid-19 yg mengGlobal saat ini membuat sektor usaha baik skala besar menengah maupun sekala kecil mulai merasakan imbasnya dan ini akan berpengaruh terhadap penerimaan negara dari sektor perpajakan min untuk th 2020 - 2022. Dengan diterapkannya PSBB disebagian daerah dan sebagian perusahaan memberikan fasilitas WFH menyebabkan tingkat produktivitas menurun dan terjadinya inefesiensi. Untuk usaha retails, seperti pedagang K5 dan usaha yg sejenis semakin terjepit sehingga timbul istilah "Kena Corona mati, stay home juga mati" Yg mulai menggeliat saat ini biz online yg sudah merambah ke kebutuhan dasar masyarakat, tapi ini hanya untuk kalangan masyarakat tertentu ("). Sementara bagi pensiunan putus dan bagi masyarakat berpenghasilan yg tidak tetap, masa-masa kedepan ini penuh dengan kegelapan dan ketidak pastian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Disinilah seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat agar tumbuh kembali, secara pelan-pelan tp pasti, sehingga sektor usaha retails akan recovery. Sebagai usulan kepada pemerintah, sudah saatnya sekarang ini Pemerintah untuk memberikan tunjangan biaya hidup bagi masyarakat, khususnya yg memiliki NPWP, karena walau bagaimana objek pajak perorangan ini pernah berjasa dan melaksanakan kewajiban perpajakan demi terselenggaranya penyelenggaraan negara sebelumnya. Mengenai besaran dan mekanisme disesuaikan dengan kondisi keuangan negara saat ini dengan melihat data pajak berdasarkan NPWP sebelumnya, dan sejak kapan terhentinya Setoran Pajak objek pajak ybs. Disamping tentunya upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara disektor perpajakan. Dengan adanya tunjangan biaya hidup selama Pandemi Covid-19 ini dari perpajakan terutama bagi pensiunan putus dan masyarakat yg tidak mempunyai penghasilan tetap, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perpajakan dan bernegara. Demikian sekedar sumbang saran. Terima kasih.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak