BERITA PAJAK HARI INI

Pekan Depan, Perppu AEoI Ditargetkan Selesai

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 April 2017 | 09:11 WIB
 Pekan Depan, Perppu AEoI Ditargetkan Selesai

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (5/4) kabar datang dari pemerintah yang menargetkan penyelesaian draf Perppu terkait dengan kerja sama pertukaran informasi perpajakan secara otomatis atau automatic exchange of information (AEoI) pada pekan depan.

Draf beleid tersebut dikebut setelah mendapatkan masukan dari OECD. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji akan segera menyelesaikan formulasi payung hukum tersebut dengan sejumlah persyaratan internasional. Sebab, OECD mensyaratkan negara yang akan mengadopsi AEoI harus memiliki standar pelaporan bersama atau common reporting standard.

Menkeu menargetkan, Perppu bisa diselesaikan bulan ini. Namun, sebelum ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, pemerintah secara formal juga akan menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dahulu.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Kabar lainnya datang dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang menaksir pajak dari perusahaan multinasional Google dan Pemerintah yang didorong untuk memberikan sejumlah insentif pajak usai tax amnesty. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Ini Taksiran Pajak yang Harus Dibayar Google

Ditjen Pajak telah mendapatkan dokumen pajak Google yang telah diaudit. Namun, hingga saat ini pemerintah belum menemukan angka besaran pajak yang harus dibayarkan oleh Google nantinya. Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengatakan Ditjen Pajak sempat menggelar pertemuan dengan Google untuk membahas kelanjutan dari tunggakan pajak ini. Ditjen Pajak menaksir angka pajak yang semestinya dibayar Google ke pemerintah mencapai Rp450 miliar per tahun. Ini dengan asumsi margin keuntungan yang diperoleh Google di kisaran Rp1,6 triliun hingga Rp1,7 triliun per tahun. Margin tersebut diperoleh atas penghasilan sekitar Rp5 triliun per tahun.

  • Usai Tax Amnesty, Pemerintah Didorong Gelontorkan Insentif Pajak

Pemerintah didorong untuk menggelontorkan insentif fiskal seusai pemberlakuan pengampunan pajak. Ini untuk merangsang konglomerat Indonesia, sudah mengikuti program tersebut kemudian menginvestasikan uangnya ke sektor riil. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan contoh insentif yang bisa diberikan berupa pembebasan pajak penghasilan untuk jangka waktu tertentu atau tax holiday. Selain insentif, pemerintah juga perlu memberikan kepastian hukum. Sebab, investor masih melihat ada tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dengan daerah.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran
  • Kemenkeu Mulai Kaji dan Petakan Pajak Tanah Progresif

Kementerian Keuangan mengaku sudah mulai melakukan pemetaaan terkait rencana pengenaan pajak progressif terhadap tanah yang menganggur. Pengenaan pajak tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah mengejar target penerimaan pajak tahun ini. Selain mendorong penerimaan pajak melalui pajak tanah tersebut, pemerintah juga akan semakin ketat dalam menjaring pajak dari aset-aset lainnya yang dimiliki wajib pajak seiring dengan berakhirnya program amnesti pajak.

  • DJBC Sisir 725 Importir Berisiko Tak Patuh Pajak

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menyisir 725 importir yang dinilai berisiko tinggi terhadap perpajakan. Para importir itu akan diperiksa terkait kepatuhan pajaknya. Sebelumnya, DJBC telah memblokir izin 676 importir karena tidak melaporkan SPT. Pemblokiran ini diklaim untuk meningkatkan pelayanan terhadap importir yang taat aturan. Ditjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk memeriksa surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak, Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan faktur para importir.

  • Pembangunan Infrastruktur Terkendala Masalah Lahan

Pemerintah mengakui masalah pengadaan lahan masih menghambat percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Oleh karenanya, pemerintah membentuk Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang secara khusus bertugas untuk mengatasi masalah pengadaan tanah bagi infrastruktur di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan penyebab lambatnya proses pengadaan tanah secara nasional adalah realisasi yang mundur dari jadwal negosiasi, adanya sengketa lahan, serta dana pembebasan yang terlalu tinggi.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong
  • Pemerintah Revisi Target Pertumbuhan

Pemerintah kembali merevisi asumsi pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,6% dari target semula di atas 6%. Adapun, volume belanja anggaran negara 2018 diestimasi mencapai Rp2.200 triliun atau naik 5,77% dari APBN 2017 sebesar Rp2.080,5 triliun. Kendati demikian, Presiden Joko Widodo masih berharap Indonesia mampu tumbuh di atas 6% pada tahun depan, seiring dengan target investasi yang dipatok pada level 8%.

  • Efisiensi Sasar Belanja Barang

Pemerintah berancang-ancang untuk melakukan efisiensi belanja barang dalam APBN 2017 hingga Rp34 triliun dan mengalihkannya untuk belanja modal. Potensi efisiensi anggaran tersebut akan digunakan untuk mendanai beberapa proyek strategis nasional (PSN) yang masih membutuhkan tambahan anggaran. Efisiensi belanja barang ini juga akan dilakukan untuk tiga tahun ke depan.

  • Bea Keluar Lampaui Target

Kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil membuat penerimaan bea keluar lebih tinggi di atas target yang telah ditetapkan dalam APBN 2017. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan selama tiga bulan lebih harga CPO bertahan di atas harga US$750 per ton bahkan sempat menembus di harga US$800 per ton. Berdasarkan data DJBC per 3 April 2017, realisasi penerimaan bea keluar mencapai Rp855,35 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan target yang ditetapkan sebesar Rp340,10 miliar. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN