Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan penelitian atas penyampaian pemberitahuan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (11/1/2021).
Ketentuan mengenai penelitian itu ditegaskan kembali dalam SE-50/PJ/2020. Surat edaran yang diteken oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo ini berlaku sejak 28 Desember 2020. Selama ini, penggunaan NPPN untuk menentukan penghasilan neto telah diatur dalam PER-17/PJ/2015.
“Dalam hal wajib pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) yang penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan NPPN, account representative (AR) melakukan penelitian atas penyampaian pemberitahuan penggunaan NPPN oleh wajib pajak tersebut,” demikian bunyi ketentuan dalam SE tersebut.
NPPN digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun. Wajib pajak itu melakukan pencatatan dan menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak dikenai PPh bersifat final.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan NPPN wajib menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN kepada dirjen pajak paling lama 3 bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan. Ada beberapa saluran yang dapat digunakan untuk menyampaikan pemberitahuan.
Selain mengenai penyampaian pemberitahuan penggunaan NPPN, ada pula bahasan terkait dengan terbitnya peraturan dirjen pajak tentang tata cara pelunasan selisih kurang bea meterai yang terutang dari dokumen berupa cek dan bilyet giro.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Jika wajib pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh yang penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan NPPN tapi belum menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN, otoritas akan menindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
“Dalam hal wajib pajak tersebut belum menyampaikan pemberitahuan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto maka atas wajib pajak tersebut ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan berlaku,” bunyi penggalan ketentuan dalam SE-50/PJ/2020. (DDTCNews)
Ada beberapa saluran yang dapat digunakan untuk menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN. Pertama, secara elektronik, baik online melalui www.pajak.go.id, contact center, maupun saluran tertentu lainnya.
Kedua, secara langsung ke KPP/KP2KP tempat wajib pajak terdaftar. Ketiga, melalui pos dengan bukti pengiriman surat. Keempat, melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
SE ini menjabarkan tata cara penyelesaian pemberitahuan penggunaan NPPN pada masing-masing saluran tersebut. DJP belum lama ini menambahkan layanan pemberitahuan penggunaan NPPN pada menu Info Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) di DJP Online. Simak artikel ‘Ada 2 Layanan Baru dalam Menu Info KSWP DJP Online’. (DDTCNews)
Ditjen Pajak menerbitkan beleid khusus atas tata cara pelunasan selisih kurang bea meterai yang terutang dari dokumen berupa cek dan bilyet giro melalui PER-01/PJ/2021. Beleid ini berlaku mulai tanggal ditetapkan, yaitu 8 Januari 2021.
Bila dalam satu kasus cek atau bilyet giro belum selesai dibuat tetapi sudah dibubuhi tanda bea meterai lunas dengan tarif bea meterai lebih kecil dari yang seharusnya terutang, kekurangan pembayaran harus dibayar oleh pihak yang terutang, bank penyedia, atau pembawa cek dan bilyet giro.
Pelunasan kekurangan pembayaran bea meterai tersebut dapat dilakukan melalui mesin teraan meterai digital atau melalui surat setoran pajak (SSP). (DDTCNews)
Pengecualian dividen dalam negeri dari objek PPh membuat tarif pajak efektif atas perseroan dikaitan dengan pemegang saham orang pribadi di Indonesia akan lebih kompetitif dan menarik.
Pakar pajak sekaligus Managing Partner DDTC Darussalam memberi ilustrasi penghitungan pada rezim UU PPh tahun 2000 dan UU PPh tahun 2008, tarif pajak efektif investor orang pribadi dalam negeri sebesar 54,5% (UU PPh tahun 2000) dan 32,5% (UU PPh tahun 2008). Tarif itu lebih tinggi dibandingkan dengan tarif di Malaysia (24%), Singapura (17%), dan Thailand (27%).
“Dengan adanya ketentuan pada UU Cipta Kerja dan penurunan tarif PPh badan [secara bertahap sesuai ketentuan dalam UU 2/2020] maka tarif efektif di Indonesia turun menjadi 22% dan 20%,” ujar Darussalam. Simak artikel ‘Wah, Pengecualian Dividen Bikin Tarif Pajak Efektif Lebih Kompetitif ‘. (DDTCNews)
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menilai pemberian insentif pajak berupa tax allowance kepada wajib pajak tidak berdampak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Dalam Laporan Belanja Perpajakan 2019, ada 5 indikator yang digunakan untuk mengestimasikan dampak tax allowance terhadap kinerja perusahaan.
"Fasilitas tax allowance tidak terbukti dapat memberikan efek yang diharapkan, baik pada peningkatan ekspor, penyerapan tenaga kerja (baik tetap maupun tidak tetap), kenaikan penggunaan komponen dalam negeri (impor lebih rendah), maupun peningkatan margin laba kotor perusahaan," tulis BKF. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi PMK 202/2017 terkait dengan pelaksanaan perlakuan PPh yang didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian internasional. Revisi dilakukan melalui PMK 236/2020. Pasalnya, PMK yang ada sebelumnya masih belum menampung kebutuhan pelaksanaan perjanjian internasional yang mendapat perlakuan khusus di bidang PPh.
“Serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 … sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 …, perlu mengubah peraturan menteri keuangan dimaksud,” bunyi penggalan pertimbangan dalam PMK 236/2020. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.