Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan. (Foto: Youtube Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 9/2021 telah memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi dari 20% menjadi 10%, serta mengecualian dividen dari objek PPh jika wajib pajak orang pribadi menginvestasikannya di dalam negeri.
Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan mengatakan fasilitas itu akan membuat sektor keuangan Indonesia semakin menarik. Dalam jangka panjang, kebijakan itu akan mempercepat pengembangan sektor keuangan nasional.
"Memang rencana besar dari pemerintah untuk mengembangkan sektor keuangan ini dengan berbagai insentif, termasuk PPh [dividen], juga yang pajak untuk bunga obligasi, ini untuk percepatan pengembangan sektor keuangan," katanya dalam sebuah webinar, Rabu (10/3/2021).
Deni mengatakan penurunan tarif pajak bunga obligasi akan mendorong masyarakat membeli surat berharga negara (SBN) dengan tenor lebih panjang. Sementara saat ini, sekitar 70-80% masih memilih bentuk investasi jangka pendek atau di bawah 3 tahun.
Jika permintaan SBN bertenor panjang meningkat, Deni menilai akan menguntungkan negara dalam pembiayaan APBN. Pasalnya, APBN lebih membutuhkan pembiayaan dengan tenor panjang untuk proyek tertentu yang dikerjakan secara multiyears, terutama pada bidang infrastruktur.
Pasal 3 ayat (3) PP No. 9/2021 mengatur tarif PPh bunga obligasi dari 20% menjadi 10%. Ada 3 jenis bunga obligasi yang bisa mendapatkan fasilitas pemangkasan tarif PPh tersebut. Pertama, bunga dari obligasi dengan kupon sebesar jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.
Kedua, diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan. Ketiga, diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
Sementara pada pembebasan PPh dividen yang mensyaratkan diinvestasikan di dalam negeri, Deni menyebut SBN bisa menjadi alternatif yang menarik.
Bab III Pasal 4 PP No.9/2021, yang kemudian diikuti penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 mengatur pengecualian objek PPh berlaku untuk dividen menanamkan modalnya paling sedikit 30% dari laba setelah pajak.
Beleid itu juga menjelaskan 12 instrumen investasi yang dapat digunakan wajib pajak agar dividennya terbebas PPh. Pertama, dalam bentuk surat berharga negara (SBN) dan surat berharga syariah negara (SBSN).
Kedua, obligasi atau sukuk BUMN yang perdaganganya diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketiga, obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah. Keempat, investasi keuangan pada bank persepsi termasuk bank syariah.
Kelima, obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang diawasi OJK. Keenam, investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Ketujuh, investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah.
Kedelapan, penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham. Kesembilan, penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan.
Kesepuluh, kerja sama dengan lembaga pengelola investasi. Kesebelas, penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil. Kedua belas, bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Deni menambahkan pengembangan sistem keuangan nasional akan berjalan lebih cepat jika pemerintah dan DPR mengesahkan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (P2SK).
"Salah satu pilar yang banyak diatur dalam RUU P2SK ini adalah untuk memperdalam pasar kita dan membuat pasar kita semakin efisien, dan terkait perlindungan konsumen," ujarnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.