REVISI UU KUP

Pajak dari Orang Kaya, Pakar: Penambahan Tarif PPh OP 35% Belum Cukup

Muhamad Wildan | Rabu, 07 Juli 2021 | 13:35 WIB
Pajak dari Orang Kaya, Pakar: Penambahan Tarif PPh OP 35% Belum Cukup

Managing Partner DDTC Darussalam dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (7/7/2021). 

JAKARTA, DDTCNews – Pakar memandang penambahan lapisan penghasilan kena pajak dalam rezim pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, yang diusulkan masuk dalam revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), harus dilengkapi dengan kebijakan lain.

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan untuk meningkatkan setoran pajak dari orang kaya, perlu ada perubahan perlakuan pajak atas penghasilan pasif yang selama ini banyak mendapat pengenaan PPh final di Indonesia.

"Apakah membuat bracket tersendiri dengan tarif 35% sudah menangkap orang kaya atau tidak? Ternyata tidak sepenuhnya karena struktur penghasilan orang kaya itu biasanya bukan gaji, tapi penghasilan pasif," ujar Darussalam dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (7/7/2021).

Baca Juga:
Ajukan SKB Hibah dari Orang Tua ke Anak, Harus Pakai Akun Coretax

Dengan demikian, menambahkan layer penghasilan kena pajak dengan tarif 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan setoran pajak dari mereka yang kaya. Penambahan layer tersebut harus dilengkapi dengan kebijakan lainnya.

"Mereka [wajib pajak kaya] sistem penerimaannya tidak dari gaji tapi dividen dan saham yang saat ini ketentuannya [menggunakan PPh] final. Dividen, dengan UU Cipta Kerja, sudah dikecualikan [dari pengenaan PPh]," ujar Darussalam

Oleh karena itu, Darussalam mengatakan skema pajak terhadap orang kaya perlu diperluas agar bisa benar-benar menangkap penghasilan yang bersumber dari orang kaya guna mengatasi ketimpangan.

Baca Juga:
Bayar PPh Final UMKM Desember Tetap Pakai DJP Online, Belum Coretax

Tidak hanya itu, sambungnya, banyak negara yang menghitung pajak orang kaya berdasarkan harta yang dimilikinya melalui pajak kekayaan dan pajak warisan. Saat ini, Indonesia sama sekali tidak mengenal pajak kekayaan dan pajak warisan.

"Kita tidak mengenal pajak warisan sehingga akumulasi kekayaan para konglomerat berpindah ke ahli waris tanpa impact pajak apapun. Kekayaannya berputar saja di situ dan tidak bisa diredistribusikan," ujar Darussalam. Simak ‘Ternyata Banyak Negara yang Mengenakan Pajak Warisan’.

Oleh karena itu, menurutnya, pengenaan pajak kekayaan dan pajak warisan perlu dipertimbangkan untuk menciptakan redistribusi kekayaan. Pengenaan pajak berfokus pada orang-orang yang amat kaya yang menjadi target layer baru penghasilan kena pajak dalam RUU KUP.

Baca Juga:
Penerimaan Pajak Berbasis Transaksi Terbukti Masih Tumbuh di 2024

DDTC juga sudah menerbitkan Working Paper bertajuk Prospek Pajak Warisan di Indonesia yang disusun oleh Managing Partner DDTC Darussalam, Partner Fiscal Research DDTC B. Bawono Kristiaji, dan Tax Researcher DDTC Dea Yustisia. (Unduh Working Paper di sini)

Dalam kesempatan tersebut, Darussalam juga mengapresiasi adanya rencana pengenaan fringe benefit tax. Selama ini, pemberian penghasilan dalam bentuk natura menjadi salah satu tax planning yang muncul. Terlebih, ada gap tarif PPh orang pribadi dengan PPh badan yang makin besar. Simak pula ‘Apa Itu Fringe Benefit Tax?’. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

08 Juli 2021 | 08:58 WIB

Semoga dengan adanya kebijakan ini bisa juga menerapkan prinsip keadilan dalam pemungutan pajak di Indonesia

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 28 Januari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan SKB Hibah dari Orang Tua ke Anak, Harus Pakai Akun Coretax

Jumat, 10 Januari 2025 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bayar PPh Final UMKM Desember Tetap Pakai DJP Online, Belum Coretax

Selasa, 07 Januari 2025 | 14:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Berbasis Transaksi Terbukti Masih Tumbuh di 2024

Sabtu, 04 Januari 2025 | 13:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

PPN 12% Dihitung dengan DPP 11/12, Faktur Pajaknya Sudah via Coretax

BERITA PILIHAN
Kamis, 30 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Pembebasan PBB-P2 bagi Pensiunan PNS di DKI Jakarta

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 16:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Dedi Mulyadi Ingin Pakai 100% Pajak Kendaraan untuk Pembangunan Jalan

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Istri Pilih ‘Hanya Registrasi’ di Coretax, Perlu Lapor SPT Sendiri?

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Kamis, 30 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Ketentuan Terbaru Soal Penghapusan Piutang Pajak, Dowload di Sini!

Kamis, 30 Januari 2025 | 13:55 WIB PENG-1/PJ/2025

DJP Perbarui Daftar Negara Tujuan Pertukaran Data Keuangan Otomatis

Kamis, 30 Januari 2025 | 13:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sri Mulyani Harap Makan Bergizi Gratis Beri Dampak Besar ke Ekonomi