PENERIMAAN PERPAJAKAN

Optimalisasi Penerimaan dalam Masa Pemulihan Ekonomi, Ini Kata Pakar

Muhamad Wildan | Jumat, 04 Desember 2020 | 19:08 WIB
Optimalisasi Penerimaan dalam Masa Pemulihan Ekonomi, Ini Kata Pakar

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji saat berbincang dengan Staf Senior BKF Usti Nugraeni dalam acara Nyibir Fiskal yang disiarkan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) melalui Instagram, Jumat (4/12/2020).

JAKARTA, DDTCNews – Kebutuhan belanja pada 2021 untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional masih cukup besar di tengah belum bisa optimalnya kinerja penerimaan pajak.

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan ada beberapa kebijakan perpajakan yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak pada masa pemulihan ekonomi.

Beberapa kebijakan itu seperti pemajakan atas sektor-sektor dengan eksternalitas negatif, pemajakan atas sektor yang menikmati windfall profit, pemajakan atas orang kaya atau high net worth individual (HNWI), serta pengurangan tax gap atau celah pajak.

Baca Juga:
Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

“Berkaca pada pengalaman krisis 2008, kala itu perbankan adalah sektor yang menyebabkan krisis sehingga banyak negara meningkatkan pemajakan atas sektor keuangan. Untuk saat ini, kenapa tidak kita memajaki sektor yang menimbulkan eksternalitas negatif?” ujarnya dalam Nyibir Fiskal yang disiarkan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) melalui Instagram, Jumat (4/12/2020).

Menurut Bawono, instrumen perpajakan seperti cukai atau carbon tax bisa dipertimbangkan untuk menambah penerimaan negara pada 2021. Pemajakan terhadap sektor-sektor yang menikmati windfall profit di tengah pandemi, terutama ekonomi digital, juga berpotensi menambah penerimaan negara.

Melalui Perpu 1/2020 yang sudah ditetapkan menjadi UU 2/2020, pemerintah sesungguhnya sudah mengatur landasan hukum awal mengenai pemungutan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak transaksi elektronik (PTE) terkait dengan ekonomi digital.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Namun, hingga saat ini, baru PPN produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang sudah diimplementasikan. Sementara itu, PPh dan PTE masih belum diterapkan karena masih menunggu tercapainya konsensus global.

“Kita memang masih ada persoalan pada PPh. Tidak masalah kita menunggu konsensus, tapi kalau konsensus sulit dicapai, ini bisa menjadi justifikasi untuk mulai memungut PPh," ujar Bawono.

Adapun pemajakan atas orang kaya atau HNWI juga bisa menjadi pilihan kebijakan untuk optimalisasi penerimaan negara. Selain menyokong penerimaan negara, pemajakan atas orang kaya juga bisa mengambil peran untuk menyelesaikan masalah ketimpangan.

Baca Juga:
Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Kemudian, langkah yang bisa diambil pemerintah adalah mengurangi tax gap yang selama ini masih ada dalam sistem perpajakan di Indonesia. Tax gap ini ada baik akibat kebijakan maupun karena rendahnya kepatuhan.

“Bisa jadi beberapa kebijakan diperbaiki seperti skema PPh final pada sektor tertentu atau insentif yang tidak efektif. Dari sisi kepatuhan, bisa melalui peningkatan kepatuhan melalui pengawasan berbasis kewilayahan dan juga melalui pemanfaatan IT (information technology)," ujar Bawono. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

05 Desember 2020 | 22:32 WIB

Berkaca dari masalalu adalah hal yang baik. Namun hal itu juga perlu dioptimalisasi dan disesuaikan dengan keadaan saat ini. Ekonomi adalah hal yang harus difokuskan setelah permasalahan kesehatan ditangani. segala upaya perlu untuk dilakukan agar keadaan membaik

04 Desember 2020 | 21:07 WIB

Setuju sekali, pemerintah perlu mempertimbangkan segala upaya untuk mengamankan penerimaan negara serta demi menyeimbangi tax expenditure yang dikeluarkan pemerintah di tengah kondisi saat ini.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan