Ilustrasi.
PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat 49% emisi CO2 di negara-negara G20 telah tercakup dalam skema carbon pricing, baik melalui pajak karbon atau emission trading system (ETS).
Sekjen OECD Mathias Cormann mengatakan implementasi carbon pricing masih belum merata pada setiap yurisdiksi dan antarsektor usaha. Untuk itu, cakupan carbon pricing di masing-masing negara perlu diperluas untuk mencapai tujuan pencegahan perubahan iklim.
"Kita memerlukan pendekatan global yang koheren guna mencapai global net zero pada 2050 dengan setiap negara memikul beban yang setara untuk menghindari kebocoran karbon dan distorsi perdagangan," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (27/10/2021).
Selain itu, Cormann juga berharap pendekatan global yang terkoordinasi terus ditingkatkan sehingga tujuan-tujuan dan komitmen mitigasi perubahan iklim yang telah disepakati pada Paris Agreement dapat lebih mudah tercapai.
Berdasarkan catatan OECD dalam laporan terbarunya yang berjudul Carbon Pricing in Times of Covid-19, penerapan carbon pricing di negara-negara G20 hingga saat ini masih terkonsentrasi pada sektor transportasi.
Tercatat, 97% emisi dari sektor transportasi telah diterapkan carbon pricing, khususnya melalui pengenaan pajak bahan bakar. Sementara itu, carbon pricing atas sektor industri dan konstruksi masih rendah, masing-masing sekitar 24% dan 21%.
Selain itu, OECD mencatat sebanyak 12 negara G20 telah memiliki instrumen carbon pricing secara eksplisit atau telah berpartisipasi dalam ETS Uni Eropa. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.