Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengesahan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi undang-undang mengamanatkan integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan ketentuan itu akan memudahkan wajib pajak orang pribadi menjalankan hak dan kewajiban pajaknya. Meski demikian, pemilik KTP tidak otomatis memiliki kewajiban membayar pajak penghasilan (PPh).
"Penggunaan NIK tidak berarti semua WNI wajib membayar pajak penghasilan, tetapi tetap memperhatikan pemenuhan secara subjektif dan objektif untuk bayar pajak," katanya dalam rapat paripurna DPR, Kamis (7/10/2021).
Yasonna menuturkan pemenuhan kriteria membayar pajak tersebut yakni apabila wajib pajak orang pribadi memiliki penghasilan setahun di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Sementara pada orang pribadi pengusaha, pajak akan dikenakan jika telah mempunyai peredaran usaha di atas Rp500 juta per tahun.
Dia jugamenjelaskan terobosan tersebut merupakan usulan yang disampaikan DPR. Menurutnya, perubahan tersebut akan membuat sistem perpajakan lebih sederhana, mudah, adil, dan memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Merujuk pada Pasal 2 ayat (1a) UU KUP dalam UU HPP disebutkan undang-undang memberikan mandat kepada menteri dalam negeri agar memberikan data kependudukan dan data balikan dari penggunanya kepada menteri keuangan.
Beleid itu juga menjelaskan penggunaan NIK sebagai NPWP memerlukan pengintegrasian basis data kependudukan dengan basis data perpajakan untuk membentuk profil wajib pajak.
Data yang terintegrasi tersebut juga dapat digunakan oleh wajib pajak untuk pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakannya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.