Kepala BPS Suhariyanto. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$2,61 miliar pada November 2020.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan realisasi itu lebih rendah dibandingkan capaian Oktober 2020 senilai US$3,61 miliar yang menjadi rekor surplus perdagangan terbesar tahun ini. Meski demikian, kondisi itu berbanding terbalik dengan capaian November 2019 yang defisit US$1,33 miliar.
"Surplus ini menggembirakan karena terjadi kenaikan ekspor secara month-to-month, sementara impor juga meningkat 17,14% month-to-month, meski secara year-on-year masih mengalami penurunan," katanya melalui konferensi video, Selasa (15/12/2020).
Suhariyanto mengatakan sepanjang Januari-November 2020, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$19,66 miliar. Sementara pada periode yang sama 2019, neraca perdagangan tercatat mengalami defisit US$3,11 miliar.
Surplus neraca perdagangan pada November 2020, sambungnya, terjadi karena nilai ekspor mencapai US$15,28 miliar atau naik 6,36% dibandingkan posisi Oktober 2020. Sementara itu, nilai impornya tercatat hanya US$12,66 miliar meskipun sudah tumbuh 17,4% dibandingkan dengan bulan lalu.
Ekspor tersebut utamanya ditopang oleh ekspor nonmigas yang tercatat senilai US$14,51 miliar atau naik 5,56%. Jika dibandingkan dengan ekspor nonmigas November 2019, terjadi kenaikan 12,41%.
Menurut sektor, ekspor nonmigas dari industri pertanian naik 6,33% menjadi US$450 juta, industri pengolahan naik 2,95% menjadi US$12,12 miliar, serta industri pertambangan naik 25,08% menjadi US$1,95 miliar.
Sementara dari sisi minyak dan gas (migas), nilai ekspornya US$762 juta atau naik 24,26% dari bulan sebelumnya. Menurut Suhariyanto, peningkatan itu disebabkan naiknya harga minyak Indonesia, dari US$38,07 per barel menjadi US$40,67 per barel pada bulan lalu.
Secara kumulatif, ekspor sepanjang Januari hingga November 2020 tercatat US$146,78 miliar, atau turun 4,22% dibandingkan periode yang sama 2019 yang mencapai US$153,25 miliar.
Adapun dari sisi impor, impor migas tercatat US$1,08 miliar atau naik 0,59% dari Oktober 2020. Sementara impor nonmigas tercatat US$11,58 miliar atau tumbuh 19,27%. Meski demikian, impor migas secara tahunan masih mengalami kontraksi 49,16% dan nonmigas 12,33%.
Suhariyanto menyebut pemulihan kinerja impor tersebut terjadi pada barang konsumsi sebesar 25,52% menjadi US$1,3 miliar. Sementara itu, impor bahan baku/penolong naik 13,02% menjadi US$8,93 miliar dan barang modal tumbuh 31,54% menjadi US$2,43 miliar.
"Tentunya pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal ini menggembirakan karena dengan naiknya impor bahan baku akan menggerakkan industri dalam negeri," ujarnya.
Secara kumulatif, sepanjang Januari hingga November 2020, impor tercatat sebesar US$127,13 miliar atau turun 18,91% dibandingkan periode yang sama 2019 senilai US$156,77 miliar. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.