Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan menurunkan sanksi administratif kepabeanan melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan, dari yang saat ini berlaku menurut UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan UU Kepabeanan mengatur sanksi untuk kesalahan pelaporan bea masuk mencapai maksimal 1000% dari nilai bea masuk yang kurang bayar. Adapun pada RUU Omnibus Law, sanksi tersebut dipangkas menjadi paling besar 400%.
"Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 ada keinginan untuk memberi penalti yang lebih berat. Tapi dalam kenyataannya, kalau sampai penalti sepuluh kali lipat, justru bukannya mereka jera, tapi langsung mati," katanya di Jakarta, Selasa (11/2/2020).
UU Kepabeanan menyebutkan importir yang salah memberitahukan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk, sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% dari bea masuk yang kurang dibayar, dan paling banyak 1000%.
Kesalahan tersebut misalnya karena kekeliruan menulis jumlah atau harga barang impor. Berdasarkan catatan DDTCNews, sanksi atas kesalahan inilah yang paling sering diajukan importir ke Pengadilan Pajak.
Heru menambahkan ada pula penurunan penalti jika importir melakukan penyalahgunaan fasilitas kepabeanan, dari semula maksimal 500% menjadi hanya 200%. Penyalahgunaan fasilitas itu misalnya, importir mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), tetapi barangnya hilang sehingga harus bertanggung jawab.
RUU Omnibus Law Perpajakan juga memuat perubahan pengenaan bunga atas sanksi yang belum terbayarkan. Sebelumnya, Bea Cukai menganut besaran bunga 2% per bulan, maksimal 24 bulan. Namun, Heru menyebut bunga itu terlalu besar karena bisa mencapai 48%.
Pada RUU Omnibus Law, skemanya penghitungannya berubah menjadi hanya 10% ditambah tarif bunga per bulan yang ditetapkan Menteri Keuangan berdasarkan suku bunga acuan, dibagi 12 bulan.
Misalnya, Menteri menetapkan bunga 6%, maka penghitungannya adalah 6% ditambah 10%, yang hasilnya dibagi 12 bulan, yakni 1,3%. Sanksi diberikan paling lama tetap 24 bulan.
"Tentunya ini diharapkan bisa tumbuhkan confidence dan iklim usaha yang lebih kondusif, sekaligus menarik investasi dari luar negeri yang selama ini dibayang-bayangi kekhawatiran denda tadi," katanya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.