JAKARTA, DDTCNews – Upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan pemeriksaan dan penyidikan wajib pajak (WP) kian mudah. Pasalnya, mulai 1 Maret 2017 mendatang akses data perbankan oleh DJP bakal memakan waktu yang lebih singkat. Berita tersebut menjadi topik utama sejumlah media nasional pagi ini, Selasa (14/2).
Jika sebelumnya waktu yang dibutuhkan untuk meminta data perbankan yakni selama 239 hari atau kurang lebih delapan bulan, kini hanya dibutuhkan waktu maksimal satu bulan saja. Bahkan, bukan tidak mungkin permintaan tersebut selesai hanya dalam satu minggu.
Sinergi aplikasi Akasia yang dimiliki oleh DJP dengan Akrab milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mempercepat proses pengajuan permintaan pemeriksaan data pajak oleh Menkeu hingga pemberian izin yang lebih cepat.
Kabar lainnya datang dari Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiateadi yang akan segera mengirim surat peringatan kepada WP yang telah berkomitmen repatriasi dan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum atas turunan Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Dirjen Pajak Segera Kirim Surat Tagihan Janji Repatriasi
Komitmen repatriasi amnesti pajak yang mencapai Rp141 triliun belum seluruhnya terealisasi. Data OJK sampai 27 Januari 2017 menunjukkan total realisasi repatriasi amnesti pajak yang masuk ke bank-bank gateway baru mencapai Rp105 triliun. Oleh karena itu, Dirjen Pajak Ken Dwijugiateadi mengatakan akan segera mengirim surat peringatan kepada WP yang telah berkomitmen repatriasi. WP harus menanggapi surat tersebut paling lama 14 hari kerja sejak tanggal kirim surat peringatan.
- Penegakan Sanksi Amnesti Pajak Dipayungi PP
DJP mengatakan PP sebagai turunan UU Pengampunan Pajak akan diterbitkan, sehingga konsekuensi dalam Pasal 18 dapat segera berlaku. Direktur P2Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan penerbitan PP untuk mewadahi beberapa hal yang belum diatur dalam UU Pengampunan Pajak.
- Ini Tiga Siasat DJP Menjelang Berakhirnya Amnesti Pajak
DJP akan menggencarkan pemeriksaan WP pasca-amnesti pajak. Oleh karena itu, DJP telah menyiapkan tiga siasat baru menjelang berakhirnya program amnesti pajak, yaitu pelaksanaan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, implementasi program untuk mempermudah akses terhadap data nasabah bank, serta program peningkatan layanan kepada WP.
- Penyerapan Utang Masih Lemah
Gejolak pemerintah yang besar dalam mencari pendanaan melalui utang belum diiringi dengan perbaikan kinerja pemanfaatannya. Ini terlihat dari tingkat penyerapan pinjaman luar negeri yang masih buruk pada tahun lalu. Selain itu, masalah rendahnya penyerapan utang juga disebabkan oleh kebiasaan penarikan pinjaman yang biasanya kencang di akhir-akhir tahun saja. Masalah penyerapan juga banyak disebabkan oleh proses administrasi yang membutuhkan waktu panjang.
- Pemerintah Kejar Aset Negara
Kementerian Hukum dan HAM akan mengajukan mutual legal assistance (MLA) untuk memulangkan aset negara yang berada di Hong Kong karena dilarikan oleh dua buron kasus Bank Century. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengungkapkan pihaknya baru saja berbicara dengan otoritas hukum di Hong Kong mengenai status Hesham Al Warouq dan Rafat Ali Rizvi pemegang saham Bank Century. Keduanya didakwa oleh Kejaksaan Agung Indonesia karena melarikan uang senilai US$300 juta dalam kasus Bank Century pada 2011.
- Isi IUPK Tak Sesuai Harapan Freeport, Ini Penjelasan Sri Mulyani
PT Freeport Indonesia telah mengubah izin pertambangannya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi setelah izinnya diterbitkan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 10 Februari 2017 lalu. Namun ternyata, Freeport menyatakan belum mau menerima IUPK yang diberikan pemerintah. Sebab, IUPK yang diterbitkan pemerintah tidak memberikan jaminan stabilitas jangka panjang untuk investasi Freeport di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan persoalan utamanya tidak hanya pada masalah pajak saja. Menurutnya, kontrak dengan Freeport menyangkut banyak hal. (Gfa)