AFRIKA SELATAN

Mulai 1 Juni 2019, Pemerintah Pungut Pajak Karbon

Redaksi DDTCNews | Senin, 27 Mei 2019 | 13:27 WIB
Mulai 1 Juni 2019, Pemerintah Pungut Pajak Karbon

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Setelah beberapa tahun mengalami penundaan, pajak karbon di Afrika Selatan resmi berlaku mulai 1 Juni 2019.

Presiden Cyril Ramaphosa telah menandatangani undang-undang (UU) terkait pajak karbon tersebut pada Minggu (26/5/2019). Dengan demikian, perdebatan yang dimulai sejak 2010 resmi berakhir. Afrika Selatan menjadi salah satu dari sekitar 40 negara di dunia yang mengadopsi carbon-pricing program.

“Pajak akan diberlakukan secara bertahap,” demikian informasi yang dikutip dari NPR, Senin (27/5/2019).

Baca Juga:
Thailand Bakal Segera Terapkan Pajak Karbon, Segini Tarifnya

Pada fase pertama, pemajakan akan berjalan hingga Desember 2022 dengan nilai pajak sekitar US$8,34 per ton setara CO2. Namun, berdasarkan pernyataan Departemen Keuangan Nasional, keringanan pajak akan secara signifikan mengurangi tarif efektif.

Adapun fase kedua kebijakan akan dimulai pada 2023 dan berakhir pada 2030. Pemerintah akan menilai dampak pengenaan pajak dan kemajuan negara dalam mencapai sasaran emisi sebelum meninggalkan fase pertama dan masuk ke fase kedua.

Para pendukung pajak karbon mengatakan biaya sebenarnya dari emisi karbon – kontributor utama perubahan iklim – tidak tercermin dalam harga bahan bakar fosil. Banyak ekonom berpendapat pengenaan pajak karbon akan menghasilkan pergeseran ke arah sumber energi yang lebih bersih.

Baca Juga:
Dukung Penurunan Emisi Karbon, Negara Ini Rombak Tarif Cukai Mobil

Perusahaan listrik milik negara, Eskom, sebelumnya mengatakan pajak karbon akan menaikkan harga listrik dan menggerus laba. Namun, Departemen Keuangan Nasional mengatakan bahwa mereka tidak mengharapkan adanya kenaikan harga listrik.

Raksasa industri padat energi, seperti produsen baja dan produsen emas, telah menentang pajak karbon. Mereka beranggapan kebijakan tersebut akan menaikkan biaya terlalu banyak sehingga pada gilirannya berisiko menggerus laba. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 22 Januari 2025 | 10:31 WIB THAILAND

Thailand Bakal Segera Terapkan Pajak Karbon, Segini Tarifnya

Sabtu, 04 Januari 2025 | 09:00 WIB PAJAK KARBON

Ditagih Aturan Pajak Karbon, Sri Mulyani Sampaikan Hal Ini

Minggu, 29 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

SPT Tahunan Pajak Karbon berdasarkan PMK 81/2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 05 Februari 2025 | 19:30 WIB BEA CUKAI PURWOKERTO

DJBC Cegat Mobil Penumpang di Banyumas, Angkut 280.000 Rokok Ilegal

Rabu, 05 Februari 2025 | 19:00 WIB CORETAX SYSTEM

Bukti Potong Dibuat Pakai NPWP Sementara, Perhatikan Konsekuensinya

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 136/2024

Definisi Pajak Tercakup Menurut Ketentuan Pajak Minimum Global

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:17 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Pajak Minimum Global? (Update PMK 136/2024)

Rabu, 05 Februari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pengecer Boleh Jualan Lagi, UMKM Dijamin Tetap Dapat Pasokan Elpiji

Rabu, 05 Februari 2025 | 14:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Kendala NIK Tidak Valid di Coretax DJP, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Rabu, 05 Februari 2025 | 14:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Tunda Bea Masuk 25 Persen untuk Produk Asal Kanada dan Meksiko