TAJUK PAJAK

Momentum Menyuarakan Kepentingan Pajak Negara Berkembang

Redaksi DDTCNews | Rabu, 23 Februari 2022 | 10:15 WIB
Momentum Menyuarakan Kepentingan Pajak Negara Berkembang

Ilustrasi. Sejumlah pekerja dan panitia berjalan di area Jakarta Convention Center tempat Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (G20 FMCBG) di Jakarta, Rabu (16/2/2022). Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 akan berlangsung pada 17-18 Februari. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/POOL/foc.

ROH konsolidasi fiskal di tengah pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 telah mendorong pencepatan pembahasan berbagai agenda perpajakan pada level G-20. Selama 2 tahun terakhir, kesepakatan yang biasanya terkendala secara politik menjadi relatif lebih mudah dicapai.

Contohnya, lihat saja pembahasan pencapaian konsensus global solusi 2 pilar (two pillar solution) atas tantangan pajak akibat digitalisasi ekonomi. Pencepatan pembahasan tentu baik dan patut diapresiasi karena sistem pajak harus segera menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi.

Dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral G-20 pada 17-18 Februari 2022 juga muncul kembali seruan komitmen implementasi solusi 2 pilar pada 2023. Seruan yang tertuang dalam communiqué itu makin menguatkan keinginan solusi multilateral.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Namun demikian, mengingat pentingnya posisi G-20 sebagai driver perubahan lanskap pajak global, kita tentu perlu melihat perbedaan karakteristik tantangan agenda memobilisasi penerimaan di setiap negara. Sederhananya, kepentingan politik tiap negara tidak boleh diabaikan.

Sebagai contoh, tantangan negara berkembang yang memiliki penerimaan berbasis sumber daya alam dan perdagangan internasional tentu berbeda dengan emerging economies dan negara maju. Jangan sampai isu pajak global yang diinisiasi G-20 justru kehilangan relevansinya bagi mayoritas negara di dunia.

Salah satu kesepakatan yang menarik dicermati dalam communiqué adalah dukungan bagi negara-negara berkembang. Selain memobilisasi sumber daya domestik, pemberian dukungan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas untuk memastikan implementasi solusi 2 pilar berjalan mulus.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

OECD juga sedang mempersiapkan peta jalan (roadmap) untuk melacak kemajuan yang dibuat negara-negara berkembang dalam reformasi pajak internasional. Roadmap itu akan disampaikan dalam G-20 Ministerial Symposium pada tahun ini.

Roadmap tersebut juga akan membahas prioritas lebih lanjut yang diidentifikasi negara berkembang. Prioritas yang dimaksud juga mencakup dampak kebijakan insentif pajak untuk investasi dengan adanya implementasi pajak internasional, terutama pilar 2 yang memuat pajak minimum global.

Komitmen dalam communiqué ini menjadi menarik karena pembahasan solusi 2 pilar pada tahun ini akan dipimpin Indonesia sebagai pemegang Presidensi G-20. Bagaimanapun, selain menjadi salah satu negara dengan perekonomian terbesar, Indonesia juga representasi negara berkembang lainnya.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Oleh karena itu, Indonesia juga diharapkan mampu membawa kegelisahan negara-negara berkembang dalam meja perundingan. Persoalan teknis implementasi memang perlu solusi. Namun, perlu juga memanfaatkan momentum untuk membawa usulan terkait dengan kebijakan.

Indonesia perlu menganalisis lebih dalam berbagai kesepakatan yang akan diambil tahun ini. Kesepakatan yang cukup strategis tentu saja mengenai solusi 2 pilar. Simak ‘Catatan Soal Agenda Perpajakan Internasional Presidensi G-20 Indonesia’.

Pernah disampaikan sebelumnya, memang tidak mudah untuk mencapai sebuah konsensus multilateral yang menguntungkan semua pihak. Jika tidak bisa benar-benar mencapai titik keseimbangan, setidaknya mendekati. Mumpung masih ada waktu untuk membahas.

Indonesia tentu perlu berorientasi pada kepentingan skala internasional. Namun, Indonesia juga perlu untuk membawa agenda-agenda yang selama ini melekat pada karakteristik permasalahan pajak dan kepentingan negara berkembang. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja