MAHKAMAH KONSTITUSI

MK Lanjutkan Judicial Review Atas Tarif Pajak Hiburan Pekan Depan

Muhamad Wildan | Kamis, 04 Juli 2024 | 14:17 WIB
MK Lanjutkan Judicial Review Atas Tarif Pajak Hiburan Pekan Depan

Gedung MK.

JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) akan melanjutkan sidang pengujian materiil atas ketentuan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) jasa hiburan pada pekan depan, 11 Juli 2024.

Dalam persidangan tersebut, MK akan mendengarkan keterangan dari para pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.

"Sambil menunggu pemberitahuan dan panggilan sidang dalam rangka pemeriksaan persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan presiden, MK mempersilakan DPR mempersiapkan keterangan dan risalah pembahasan perihal permohonan sebagaimana dimaksud," tulis MK dalam suratnya kepada DPR, dikutip Kamis (4/7/2024).

Baca Juga:
Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Untuk diketahui, pengujian materiil atas ketentuan PBJT jasa hiburan dalam UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) diajukan oleh 3 pihak, yakni Perhimpunan Pengusaha Husada Tirta Indonesia, PT Imperium Happy Puppy, dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).

Secara umum, ketiga pemohon mempertanyakan tarif PBJT khusus sebesar 40% hingga 75% yang diberlakukan terhadap jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dalam Pasal 58 ayat (2) UU HKPD.

Secara khusus, Perhimpunan Pengusaha Husada Tirta Indonesia meminta MK untuk menyatakan frasa 'mandi uap/spa' pada Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Baca Juga:
Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Menurut perhimpunan tersebut, spa seharusnya tidak dipersamakan dengan diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar. Spa seharusnya tidak dikategorikan sebagai jasa hiburan, melainkan sebagai jasa kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 8/2014.

Selanjutnya, PT Imperium Happy Puppy meminta MK untuk menyatakan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke namun dikecualikan terhadap karaoke keluarga, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%'.

Menurut perusahaan tersebut, karaoke tidak selalu identik dengan hiburan. Dengan demikian, perlakuan atas karaoke tidak bisa disamaratakan. Di Indonesia, telah dikenal karaoke keluarga yang bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat tanpa menyediakan minuman beralkohol dan hostess.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Oleh karena itu, pemohon juga meminta MK untuk menambahkan definisi karaoke keluarga dalam pasal penjelas dari Pasal 58.

"Karaoke keluarga sebagaimana dikecualikan dalam pasal ini adalah usaha yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk bernyanyi diiringi dengan musik rekaman yang dapat dilengkapi dengan penyediaan jasa pelayanan makanan dan minuman yang tidak menyediakan pemandu lagu, adapun tarif PBJT ditetapkan sesuai dengan Pasal 58 ayat (1)," tulis pemohon.

Terakhir, GIPI meminta MK untuk menyatakan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dengan demikian, seluruh jenis jasa hiburan seharusnya dikenai PBJT dengan tarif yang sama, yakni maksimal 10%.

"Adanya kata 'khusus' dalam frasa 'pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa' yang dirumuskan sebagai jenis jasa tertentu atau khusus telah keliru dan prejudice karena dianggap gaya hidup mewah kelas atas. Hal ini merupakan cacat logis, kekeliruan dalam pemahaman yang tidak otentik terhadap jasa diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa," tulis GIPI dalam permohonannya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra