MALAYSIA

Minyak Kelapa Sawit Mentah Bakal Kena Pajak Tambahan

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 22 November 2019 | 10:47 WIB
Minyak Kelapa Sawit Mentah Bakal Kena Pajak Tambahan

Ilustrasi.

KUALA LUMPUR, DDTCNews – Pemerintah Malaysia berencana mengenakan pajak tambahan untuk minyak kelapa sawit mentah senilai 1 Ringgit (setara dengan Rp3.377) per metrik ton. Pajak dikenakan terhadap minyak kelapa sawit mentah yang diproduksi di Negeri Jiran tersebut.

Penerimaan dari pajak tambahan itu akan digunakan untuk membiayai reboisasi dan konservasi satwa liar. Selain itu, sebagai negara produsen komoditas minyak kelapa sawit mentah terbesar kedua di dunia, pajak itu diterapkan untuk meningkatkan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.

“Langkah Ini untuk menunjukkan kepada dunia bahwa industri kelapa sawit di Malaysia peduli dengan konservasi lingkungan dan margasatwa. Kami serius dan terus bekerja ke arah ini,” kata Menteri Industri Primer federal Teresa Kok, Selasa (19/11/2019).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Pajak itu dipungut oleh Dewan Minyak Sawit Malaysia (Malaysia Palm Oil Board/MPOB) dari para pemain industri kelapa sawit. Adapun tarif pajak berlaku saat ini senilai 13 ringgit (setara dengan Rp43.913) untuk setiap metrik ton minyak kelapa sawit mentah.

Para analis mengatakan langkah ini kemungkinan akan sedikit melukai industri tetapi tidak akan berdampak signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Pasalnya, harga minyak sawit mentah telah pulih dari level terendahnya

Namun, para analis menekankan pajak tambahan apapun tidak pernah menjadi kabar baik. Sebab, pajak tersebut akan menjadi biaya tambahan. Terlebih kebijakan ini kemungkinan akan bersifat permanen tanpa memperhatikan tingkat harga minyak kelapa sawit mentah.

Baca Juga:
Menkes Malaysia Ungkap Peran Cukai dalam Mereformulasi Minuman Manis

"Dampaknya akan lebih signifikan bagi petani kecil, terlebih ketika harga minyak kelapa sawit mentah jatuh dan nyaris tak jauh berbeda dengan tingkat biaya yang dikeluarkan pekebun." kata Analis CIMB Investment Bank Ivy Ng.

Lebih lanjut, pemerintah mengambil langkah pungutan tambahan ini untuk melawan tudingan dari aktivis lingkungan. Pasalnya, aktivis lingkungan menuding Malaysia tidak melakukan banyak hal untuk menghentikan pembukaan hutan hujan tropis yang luas untuk perkebunan kelapa sawit.

Pembabatan hutan hujan tropis itu berisiko menganggu ekosistem fauna. Namun, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan perkebunan kelapa sawit bukanlah penyebab utama deforestasi. Pasalnya, sektor ini hanya menyumbang 0,4% dari total area pertanian global.

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

Mahathir mengatakan Malaysia terus menjunjung tinggi komitmennya dalam memasok minyak kelapa sawit berkelanjutan yang bersertifikat (Certified Sustainable Palm Oil/CSPO) pada dunia . Hal ini dilakukan agar minyak kelapa sawit yang diproduksi Malaysia diakui dan diterima secara internasional.

Untuk itu, pemerintah meminta perusahaan negara untuk bekerja sama dengan pekebun kecil guna memperluas produksi. Selain itu, pemerintah Malaysia terus berupaya untuk mengadopsi standar perkebunan kelapa sawit keberlanjutan yang terakreditasi secara internasional.

"Malaysia juga telah mengamanatkan sertifikasi untuk seluruh rantai pasokan minyak sawitnya pada Januari 2020 melalui sertifikasi Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO)." ujar Mahathir, seperti dilansir asia.nikkei.com. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 18 Desember 2024 | 09:01 WIB KURS PAJAK 18 DESEMBER 2024 - 24 DESEMBER 2024

Kurs Pajak: Bergerak Dinamis, Rupiah Masih Melemah terhadap Dolar AS

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?