KEBIJAKAN PAJAK

Menyingkap Hubungan antara Negara, Kekuasaan, dan Penerimaan

Redaksi DDTCNews | Rabu, 01 Juli 2020 | 15:51 WIB
Menyingkap Hubungan antara Negara, Kekuasaan, dan Penerimaan

“DISUKAI atau tidak, hampir seluruh penguasa (negara) merupakan predator yang berusaha memaksimalkan penerimaan". Begitulah penilaian Profesor Ilmu Politik Harvard University, Margaret Levi terhadap negara.

Tak hanya Levi, negara juga dipandang negatif di mata Thomas Hobbes. Filsuf asal Inggris ini bahkan menganalogikan negara sebagai “Sang Leviathan”, monster laut raksasa yang menakutkan pada mitologi bangsa Timur Tengah.

Menurut Hobbes, negara dianggap menakutkan karena menuntut penuh kepatuhan warga negaranya demi tujuan tertentu. Lantas, benarkah negara selalu berperan demikian? Lalu bagaimana korelasinya dengan penerimaan negara?

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Margaret Levi memunculkan teorinya yang mengangkat tema relasi antara kekuasaan, negara, dan penerimaan. Buku “Of Rule and Revenue” ini merupakan lanjutan dari konstruksi pemikirannya yang tertulis dalam buku pertama, “A Theory of Predatory Rule”.

Teori aturan predator digunakan sebagai pisau analisis dalam memahami penerimaan negara secara historis dan komparatif. Buku ini juga menunjukkan pentingnya faktor politik, kelembagaan, dan tindakan individu dalam kebijakan penerimaan negara.

Sesuai dengan tesisnya, Levi berpendapat penguasa berupaya memaksimalkan penerimaan dari konstituennya melalui berbagai motif. Meski begitu, upaya penguasa tersebut tidaklah mudah karena terkendala tiga hal.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Pertama, posisi tawar penguasa yang terbatas. Pengaruh dari para penguasa ditentukan melalui tingkat ketergantungan konstituen terhadap sumber daya –baik ekonomi maupun politik—yang dikendalikan oleh penguasa.

Kedua yaitu kehadiran biaya transaksi. Biaya transaksi merupakan biaya untuk perumusan hingga implementasi suatu kebijakan seperti biaya negosiasi, pemantauan kepatuhan, agen birokrasi, dan lain sebagainya.

Ketiga, tingkat pengembalian di masa mendatang. Dalam konteks ini, penguasa memilih kebijakan terkait penerimaan dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat terhadap tingkat pengembalian ke depan.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Buku ini juga menyajikan pengalaman empiris-historis dari pilihan kebijakan penerimaan di beberapa negara. Contoh, ketika abad pertengahan dan renaissance di Inggris dan Prancis. Kala itu, kedua negara mengalami paradoks peran lembaga perwakilan.

Dominasi kerajaan Inggris dapat diseimbangkan parlemen sehingga menghasilkan sistem pajak yang lebih adil. Di Perancis, kerajaan cenderung mendistorsi parlemen sehingga pajak dapat dikenakan tanpa negosiasi dan jaminan kepatuhan.

Kasus lainnya di Australia periode 1990-an. Kala itu, tekanan terbesar bukan berasal dari institusi publik, melainkan konstituen itu sendiri. Hal ini juga mengafirmasi analisis Levi soal kendala pertama yakni posisi tawar negara yang terbatas.

Baca Juga:
Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Oleh karena itu, pilihan kebijakan pajak dapat dipengaruhi oleh siklus anggaran politik yang bertujuan merebut suara konstituen dan meningkatkan elektabilitas. Namun, hal itu saja tidak cukup karena kebijakan pajak yang efektif mensyaratkan kepatuhan aktual.

Levi pun mengenalkan konsep kepatuhan semi-sukarela (quasi-voluntary compliance). Konsep ini menekankan otoritas hukum tidak bisa hanya bersandar pada paksaan, tetapi juga harus dapat sukarela dipraktikkan oleh seluruh aktor sosial.

Dalam menciptakan kepatuhan semi-sukarela, penguasa mencari strategi non-koersif dalam membangun kerja sama terhadap konstituen dengan menciptakan legitimasi publik terkait kontribusi pajak terhadap pembangunan. Sejalan dengan itu, penguasa tetap memberikan sanksi kepada pihak yang tidak patuh.

Buku ini sangat relevan bagi kalangan akademis, pemangku kebijakan, dan masyarakat sipil. Buku ini menyajikan perbandingan historis-empiris mengenai relasi antara negara, kekuasaan, dan penerimaan. Tertarik membaca buku ini? Silakan Anda baca langsung di DDTC Library.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:13 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?