PENGAMPUNAN PAJAK

Menkeu: Batal Repatriasi, Harus Siap Denda

Redaksi DDTCNews | Rabu, 04 Januari 2017 | 10:09 WIB
Menkeu: Batal Repatriasi, Harus Siap Denda

JAKARTA, DDTCNews – Sebagian partisipan program pengampunan pajak telah berkomitmen untuk merepatriasi hartanya atau memindahkan simpanan harta dari luar ke dalam negeri. Komitmen tersebut senilai Rp141 triliun atas dana yang siap direpatriasi, namun hingga periode kedua berakhir, komitmen masih belum terealisasi sepenuhnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan wajib pajak telah diberi waktu untuk merepatriasi hartanya sejak periode pertama hingga periode kedua progran pengampunan pajak berakhir. Pertimbangan ini telah didiskusikan secara matang oleh pemerintah dengan harapan direalisasikan oleh wajib pajak yang telah berkomitmen. "Kami telah memberikan waktu kepada wajib pajak hingga akhir bulan Desember 2016 untuk merepatriasi hartanya. Saya rasa sudah clear, maka kami telah berharap mereka memenuhinya," ujarnya di Jakarta, Selasa (3/1). Pemerintah tidak bisa lagi 'longgar' kepada wajib pajak yang masih belum merealisasikan komitmen repatriasinya. Sehingga pemerintah tidak akan mengadakan perpanjangan waktu lagi untuk wajib pajak dalam memulangkan hartanya dari luar negeri. Ia menyatakan pemerintah telah mengabulkan permintaan wajib pajak yang menginginkan estimasi repatriasi diulur hingga akhir Desember 2016, dengan alasan periode pertama terlalu singkat untuk memulangkan harta dari luar negeri ke Indonesia dengan berbagai prosedur yang harus lebih dulu diterapkan. "Kami telah berikan waktu hingga Desember 2016, hal ini karena mereka menilai masih membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk merepatriasi hartanya," tuturnya. Sri menegaskan pemerintah akan memperhitungkan ulang nominal harta atas komitmen repatriasi terhadap jumlah harta sesungguhnya. Selanjutnya kelebihan harta tersebut akan dikenakan denda lebih tinggi dari seharusnya. Di mana bagi peserta yang tidak memenuhi komitmen repatriasi maka nantinya akan dianggap sebagai penghasilan tambahan dan dikenakan tarif normal sesuai aturan perpajakan yang berlaku. "Ada sanksinya sesuai Undang-Undang Pengampunan Pajak," tegasnya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 10:00 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Senin, 16 Desember 2024 | 11:05 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

PPN Jadi Naik, Berikut Daftar Lengkap Paket Kebijakan Ekonomi 2025!

Senin, 16 Desember 2024 | 10:47 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Resmi! Pemerintah Umumkan PPN Tetap Naik Jadi 12% Mulai 1 Januari 2025

Minggu, 15 Desember 2024 | 13:13 WIB PEREKONOMIAN GLOBAL

Sri Mulyani Waspadai Dampak Kebijakan Trump terhadap Ekonomi Indonesia

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?