SEJARAH PAJAK

Mengintip 10 Jenis Pajak Unik yang Sempat Berlaku di Dunia

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 14 Agustus 2024 | 17:00 WIB
Mengintip 10 Jenis Pajak Unik yang Sempat Berlaku di Dunia

Ilustrasi.

PAJAK merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan penerimaan negara. Adapun penerimaan yang terhimpun dari pajak itu dimanfaatkan untuk membiayai beragam hal, di antaranya penyelenggaraan pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, dan lain-lain.

Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah di berbagai negara pun sangat beragam. Jenis pajak itu tidak sebatas pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Kalau digali lebih luas, ternyata ada jenis-jenis pajak yang unik dan jarang terdengar.

Kendati sudah tidak lagi berlaku, berikut 10 jenis pajak unik yang sempat diterapkan berbagai negara di dunia.

Baca Juga:
Jangan Sampai Salah! Cek Kode Jenis Pajak dan Setoran di DJP Online

1. Pajak atau Perapian atau Pajak Cerobong Asap

Pajak perapian (hearth tax) adalah pajak properti yang sempat berlaku di negara-negara tertentu, salah satunya Inggris, selama periode abad pertengahan dan modern awal. Pajak ini dipungut berdasarkan jumlah perapian yang dimiliki setiap keluarga atau semua orang yang tinggal di bawah satu atap dan di sekitar perapian yang sama.

Secara garis besar, terdapat 2 cara yang digunakan untuk menghitung pajak terutang atas hearth tax. Pertama, menghitung jumlah cerobong asap. Kedua, memasuki setiap rumah guna menentukan jumlah perapian.

Penerapan pajak ini mendorong pembayar pajak menutup cerobong asapnya agar tidak dihitung sebagai perapian yang berfungsi. Namun, tindakan tersebut terkadang justru menyebabkan kebakaran.

2. Pajak Jendela

Pajak jendela (window tax) adalah pajak yang dikenakan terhadap tempat tinggal yang penghitungan kewajiban pajaknya didasarkan pada jumlah jendela. Pajak ini dikenakan sejak 1696 dan menjadi semacam pendahulu dari pajak properti modern

Baca Juga:
Fiskus Edukasi WP soal Jenis Pajak yang Melekat di Perusahaan Tambang

Pajak jendela sebenarnya merupakan pengganti dan penyederhanaan dari penerapan pajak perapian (hearth tax). Hearth tax diganti karena kurang popular akibat proses penilaian objek pajaknya yang dianggap mengganggu karena petugas bisa memasuki rumah warga.

Namun, penerapan pajak jendela mendorong berbagai tindakan untuk mengurangi tagihan pajaknya. Tindakan itu seperti membangun rumah dengan jendela yang sangat sedikit atau menutup jendela dengan batu bata. Tindakan ini pada muaranya berdampak pada estetika bangunan dan kesehatan.

3. Pajak Batu Bata

Pajak batu bata (brick tax) adalah pajak berdasarkan jumlah batu bata pada sebuah bangunan yang sempat berlaku di Britania Raya. Pajak tersebut diperkenalkan oleh Raja George III pada 1784 untuk membantu membiayai perang melawan kolonial Amerika.

Baca Juga:
Tren Penerimaan Perpajakan Pemerintah Hindia Belanda 1817-1939

Penerapan pajak ini juga mendorong berbagai tindakan untuk menghindarinya. Terdapat 2 tindakan yang umumnya diambil guna menghindari atau meminimalisasi pajak batu bata. Pertama, batu bata tak lagi digunakan sebagai bahan bangunan.

Kedua, produsen meningkatkan atau menggandakan ukuran batu bata yang diproduksi sehingga lebih sedikit batu bata yang dibutuhkan untuk bangunan yang sama. Pada muaranya, tindakan untuk menghindari pajak batu bata mendistorsi desain arsitektur dan estetika bangunan.

4. Pajak Kertas Dinding (Wallpaper)

Pajak kertas dinding (wallpaper) adalah pajak yang dikenakan atas wallpaper dinding yang bermotif, dicetak, atau dicat. Pajak ini diterapkan oleh Ratu Inggris Anne pada 1712. Ratu Anne menerapkan pajak tersebut karena wallpaper tengah digandrungi masyarakat sebagai bentuk dekorasi dinding.

Baca Juga:
Prasasti Taji: Muat Penjelasan Soal Pajak di Era Mataram Kuno

Namun, pajak wallpaper akhirnya dicabut pada 1836. Pencabutan pajak wallpaper di antaranya karena pengenaan pajak ini menghambat perkembangan industri wallpaper di Inggris. Selain Inggris, Irlandia juga sempat memberlakukan pajak wallpaper pada periode yang sama.

5. Pajak Bujangan atau Jomlo

Pajak jomlo atau bujangan (bachelor tax) adalah pajak yang dikenakan sebagai tambahan dari pajak penghasilan normal atas penghasilan seseorang yang belum menikah dan terkadang pasangan suami istri yang tidak memiliki anak. Pajak ini sempat eksis di beberapa negara, seperti Eropa, Amerika, Afrika, dan Timur Tengah

Salah satu latar belakang penerapan pajak ini adalah peperangan yang intens pada masa lalu menyebabkan penurunan populasi laki-laki. Merespons masalah tersebut, pajak bujangan diberlakukan untuk mendorong pernikahan guna meningkatkan populasi di masyarakat sekaligus jumlah pejuang laki-laki.

Baca Juga:
Pemungutan Pajak di Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang

Kendati menyasar para jomlo, terdapat pengecualian tertentu yang membuat seorang lajang bisa bebas dari pajak ini. Meskipun berbeda dari satu negara ke negara lain, mayoritas pengecualian diberikan terhadap mereka yang memiliki disabilitas fisik, penyakit mental, serta yang berada di penjara. Ada pula pengecualian bagi seseorang yang melamar seorang wanita, tetapi ditolak.

6. Pajak Jenggot

Pajak jenggot (beard tax) adalah kebijakan pemerintah yang mengharuskan laki-laki membayar hak istimewa untuk memakai jenggot. Beard tax sempat diterapkan di sejumlah negara, salah satunya Rusia. Beard tax di Rusia diterapkan Peter I atau biasa dikenal sebagai Peter the Great pada 1698 (Eschner, 2017).

Peter menerapkan beard tax sebagai upayanya reformasi dan westernisasi pada berbagai bidang, termasuk mode atau penampilan pribadi seseorang. Kala itu, Peter mencoba membuat orang Rusia tidak berjenggot seperti orang Eropa Barat yang dianggapnya lebih ‘modern’.

Baca Juga:
Sistem Pemungutan Pajak di Bawah Raja Airlangga

Guna menegakkan larangan berjenggot, Peter memberdayakan polisi untuk mencukur paksa pria yang menolak kebijakan ini. Bagi mereka yang tidak ingin mematuhi keputusan tersebut dan ingin tetap memelihara jenggotnya maka diharuskan membayar pajak jenggot.

7. Pajak Anjing

Pajak anjing adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan anjing. Pajak ini sempat diterapkan pemerintah Kolonial Belanda yang berada di Indonesia. Kala itu, pajak anjing diterapkan untuk mencegah bahaya penyakit rabies.

Dalam perkembangannya, ketentuan pajak anjing masih bertahan setelah kemerdekaan Indonesia. Beberapa pemerintah daerah di Indonesia masih sempat mengenakan pajak atas kepemilikan anjing setidaknya sampai 1990-an.

Baca Juga:
Pemungutan Pajak pada Era Kerajaan Sriwijaya

Pada hakikatnya, pajak ini mengharuskan pemilik anjing melaporkan jumlah anjing peliharaannya dan membayar pajak. Pemilik anjing yang sudah melunasi pajaknya akan diberikan medali anjing atau peneng (dog tag). Tidak hanya di Indonesia, terdapat pula negara lain yang mengenakan pajak atas kepemilikan anjing (dog tax), salah satunya Jerman.

8. Pajak Petasan

Pajak petasan sempat menjadi salah satu jenis pajak daerah tingkat kabupaten/kota yang berlaku di Indonesia. Pada hakikatnya, adalah pajak yang dipungut dari setiap orang yang menjual dan membuat petasan sebagai mata pencaharian.

Terdapat sejumlah daerah yang sempat menerapkan pajak petasan, seperti Dati II Kebumen, Dati II Aceh Timur, Dati II Garut, Jakarta, Mojokerto, Kota Surabaya, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Tulungagung.

Baca Juga:
Sistem Tanam Paksa: Jurus Kolonial Belanda Mengejar ‘Surplus APBN’

9. Pajak Radio

Pajak radio adalah pajak yang dipungut pada pesawat penerimaan radio. Adapun yang dimaksud sebagai pesawat penerimaan radio adalah segala alat yang dapat dipakai untuk menerima gelombang radio. Pemungutan pajak radio awalnya diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 12/1947.

Kala itu, pajak radio dipungut untuk membiayai pengeluaran pemerintah terkait dengan penyelenggaraan siaran radio. Hal ini juga berkaitan dengan peralihan penyelenggaraan siaran radio dari N.V Nirom ke pemerintah Indonesia.

10. Pajak Televisi

Pajak televisi adalah pajak yang dikenakan bagi penduduk yang memiliki pesawat televisi ataupun menerima siaran televisi. Pajak televisi umumnya dipungut untuk membiayai siaran dari lembaga penyiaran publik. Pajak televisi atau pungutan sejenis sempat berlaku di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Pemerintah Indonesia pun sempat mengenakan iuran televisi. Historis penerapan iuran televisi di antaranya dapat dilihat pada Keputusan Presiden (Keppres) 49/1969. Keppres tersebut memberlakukan iuran televisi bagi seluruh macam pesawat penerima televisi. Selain Indonesia, Pemerintah Jerman juga sempat menetapkan pajak bagi pemilik radio dan televisi pada sekitar 1970-an. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 17 September 2024 | 18:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Sampai Salah! Cek Kode Jenis Pajak dan Setoran di DJP Online

Rabu, 04 September 2024 | 12:30 WIB KANWIL DJP KALTIMTARA

Fiskus Edukasi WP soal Jenis Pajak yang Melekat di Perusahaan Tambang

Sabtu, 24 Agustus 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Penerimaan Perpajakan Pemerintah Hindia Belanda 1817-1939

Sabtu, 17 Agustus 2024 | 13:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Prasasti Taji: Muat Penjelasan Soal Pajak di Era Mataram Kuno

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah