Siti Fatimah
, Universitas Sultan Agung Tirtayasa.MEMBAYAR pajak merupakan suatu kewajiban penting yang harus dilakukan oleh semua warga negara tanpa membeda-bedakan status sosialnnya. Baik itu pejabat, pengusaha atau petani sekalipun diwajibkan membayar pajak. Kenapa warga negara harus membayar pajak?
Seperti yang kita ketahui bahwa pajak adalah pendapatan negara atau penerimaan negara yang memiliki persentase terbesar di antara penerimaan lainnya. 75% pendapatan negara bersumber dari pajak. Lebih tepatnya dari pajak penghasilan pribadi atau badan. Penerimaan itu nantinya akan digunakan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara Indonesia sehingga kesejahteraan yang diharapkan bisa merata di antara masyarakat dapat terwujud.
Pajak bukan sekedar komponen penting dalam hal pendanaan pembangunan (state building). Pajak juga merupakan simpul utama kontrak fiskal serta wujud interaksi negara dan masyarakat dalam iklim demokrasi. Oleh karena itu, pajak seharusnya tidak hanya berbicara soal penerimaan dan pengaturan, namun hadir dalam ruang publik yang dibentuk oleh rasa saling percaya, terbuka, dan setara.
Berikut ini beberapa alasan mengapa kita harus membayar pajak dan mengapa pajak itu penting. Pertama yaitu karena pajak merupakan penghasilan terbesar suatu negara. Negara kita sangat membutuhkan pajak untuk membiayai keperluannya. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, rel kereta dan jembatan diperoleh dari dana pajak. Infrastruktur jalan dan jembatan diperlukan untuk meningkatkan akses dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Dengan adanya akses dari jalan yang baik masyarakat akan lebih produktif, sehingga dengan masyarakat yang produktif tentu perekonomian masyarakat juga ikut meningkat. Bayangkan jika jalanan rusak, pasti ada banyak kendala ketika mengendarai motor ataupun mobil. Selain itu penyaluran bahan pangan juga dapat terhambat.
Begitulah pentingnya kontribusi pajak dalam bidang infrastruktur. Selain itu pajak juga memegang peran penting dalam bidang subsidi makanan, seperti beras, benih, dan pupuk. Anggaran belanja Pegawai Negeri Sipil seperti gaji guru, polisi, dokter dan juga untuk memberikan bantuan sosial bagi keluarga miskin, membayar hutang negara, manyalurkan pendidikan gratis dan jaminan kesehatan publik di daerah tertinggal, semuanya membutuhkan banyak kontribusi dari penerimaan pajak. Melihat kondisi ini, rasanya kita perlu untuk kembali menyadari betapa krusialnya pajak untuk membiayai negara kita yang sangat besar dengan jumlah penduduk yang sangat banyak.
Alasan kedua yaitu untuk pertahanan dan kemanan negara. Seperti yang kita ketahui bahwa anggaran pertahanan dan keamanan negara juga menggunakan APBN, bahkan ditahun 2016 anggaran kementerian pertahanan mencapai Rp12 triliun. Besarnya anggaran ini dikarenakan untuk membeli alat pertahanan yang mahal. Dari Rp12 triliun anggaran pertahaanan 60% digunakan untuk membeli Alutsista (Alat utama system pertahanan).
Tingkat Kepatuhan Pajak
Banyak sekali manfaat yang dapat dihasilkan dari membayar pajak. Pajak yang disalurkan dapat membantu pembangunan negara dan memberikan kesejahteraan bagi warganya. Mengingat pentingnya pajak dalam suatu negara, untuk itu kesadaran dan kepatuhan wajib pajak sangatlah diperlukan. Kepatuhan pajak merupakan faktor terpenting dalam sistem perpajakan modern.
Apapun sistem dan administrasi pajak yang digunakan, jika tingkat kepatuhannya baik, maka penerimaan pajak akan tinggi. Otoritas pajak harus mampu membangun suatu tax compliance strategy yang reasonable dan didasarkan pada asumsi bahwa pembayar pajak cenderung akan menghindar untuk membayar pajak jika memiliki peluang. Tujuan dari hal ini tidak lain adalah meminimaliasasi peluang terjadinya upaya-upaya penghindaran pajak.
Dari data yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak mengenai tingkat kepatuhan pajak di Indonesia pada tahun 2012 bisa diketahui bahwa tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih sangat rendah yaitu untuk wajib pajak orang pribadi hanya sebesar 15% dan untuk wajib pajak badan sebesar 10%. Angka tersebut didapat dari jumlah wajib pajak yang terdaftar NPWP dibandingkan dengan wajib pajak yang melaporkan SPT. Jika dibandingkan dengan negara tetangga yaitu Australia, Indonesia sangat jauh tertinggal mengenai tingkat kepatuhan pajaknya.
Menurut ATO (Australian Taxation Office), tingkat kepatuhan pajak di Australia sangat tinggi yaitu untuk wajib pajak individu atau biasa yang dikenal di Indonesia dengan wajib pajak orang pribadi sebesar 93% dan untuk wajib pajak perusahaan atau yang biasa dikenal di Indonesia dengan wajib pajak badan sebesar 82%. Angka tersebut dilihat dari jumlah wajib pajak yang mendaftarkan TFN (Tax File Number)/ABN (Australian Business Number) atau biasa yang kita kenal di Indonesia dengan NPWP dibandingkan dengan wajib pajak yang membayar pajak.
Seperti yang kita ketahui, Australia merupakan sebuah benua yang paling kecil, bahkan walaupun disebut sebagai benua tapi jumlah penduduk Australia tidak lebih besar dibandingkan dengan Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang tidak lebih besar dibandingkan Indonesia, Australia bisa memanfaatkan potensi pajak yang dimiliki dengan maksimal.
Saat ini, kepatuhan wajib pajak di Indonesia adalah kepatuhan yang dipaksakan. Kepatuhan yang disebabkan oleh adanya kemungkinan pemeriksaan pajak dan ancaman denda yang tinggi dan belum pada tahap kepatuhan perpajakan secara sukarela. Wajib pajak mengharapkan adanya imbal balik dari pembayaran pajak mereka.
Selain itu, masyarakat juga merasakan adanya ketidakadilan karena fasilitas umum yang dibangun dengan hasil pembayaran pajak juga dinikmati oleh orang-orang yang tidak membayar pajak padahal secara ekonomis mereka memiliki kemampuan. Untuk itu kesadaran dan kepatuhan wajib pajak pada diri setiap masyarakat Indonesia harus segera ditumbuhkan kembangkan, mengingat pentingnya dana pajak bagi pembangunan negeri yang berkelanjutan.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.