Inna Aminah
,PERKEMBANGAN teknologi telah mengubah lanskap sosial masyarakat. Dulu, citra diri bisa dinilai dari kepandaian seseorang dalam merangkai argumentasi. Kini, citra bisa disimbolkan hanya dari sebuah notifikasi media sosial. Media sosial juga menjadi instrumen yang cukup efektif untuk menggiring opini masyarakat.
Berbicara mengenai citra, Ditjen Pajak (DJP) sebagai sebuah lembaga, kerap kali mendapat sorotan tajam dari publik. DJP dihadapkan pada dua tantangan yang bersisihan: menjaga kepercayaan masyarakat dan terus menghimpun penerimaan pajak. Di tengah risiko tergerusnya kepercayaan masyarakat kepada DJP, ada urgensi pengumpulan pajak sebagai modal pembangunan.
Reformasi pajak menjadi salah satu strategi yang dijalankan otoritas untuk terus mendulang penerimaan. Reformasi pajak ini mencakup digitalisasi administrasi pajak melalui implementasi coretax administration system (CTAS). Coretax, yang ditargetkan diluncurkan pada akhir 2024, memungkinkan terjadinya automatisasi seluruh proses bisnis administrasi pajak di bawah atap DJP.
Namun, pekerjaan rumah selanjutnya, rencana digitalisasi pajak tidak akan optimal jika tidak ada kepercayaan terhadap pemerintah. Masyarakat perlu diyakinkan sejauh mana digitalisasi pajak akan berdampak terhadap perbaikan layanan.
Salah satu celah untuk mendongkrak kepercayaan publik terhadap pemerintah adalah dengan mengoptimalkan edukasi pajak melalui pendekatan kepada Generasi Z (Gen Z) atau kelompok masyarakat yang berusia sekitar 25-40 tahun. Alasannya, Gen Z merupakan kelompok populasi terbesar di Indonesia saat ini (NielsenlQ, 2024).
Gen Z akan berada di puncak produktivitasnya pada 2045 bersamaan dengan target Indonesia Emas 2045. Bisa disimpulkan, aktualisasi rencana Indonesia Emas 2045 tersebut ikut menimbang penerimaan pajak yang stakeholders utamanya adalah Gen Z (Kemenko PMK, 2022). Selain itu, sekitar 60% Gen Z di Indonesia memiliki kepedulian terbesar pada isu economic and social inequality (IDN Research Institute , 2024). Hal ini menunjukkan bahwa isu perpajakan dan digitalisasinya, yang memengaruhi aspek ekonomi dan sosial, akan menjadi sorotan utama Gen Z.
Menilik potensi Gen Z dalam usaha perbaikan government trust bagi DJP, diperlukan edukasi melalui pendekatan yang sesuai. Gen Z menghabiskan waktu 1 jam hingga 6 jam per hari untuk berselancar di media sosial. Sebanyak lebih dari 25% Gen Z juga menggunakan medsos untuk mengakses informasi serta berita terbaru (IDN Research Institute, 2024).
Lantas bagaimana cara mengoptimalkan potensi edukasi pajak di kalangan Gen Z melalui media sosial?
Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (FIA UI) sempat menggelar survei terkait dengan isu tersebut. Hasilnya, Gen Z cenderung memberikan respons yang positif terhadap konten edukasi pajak yang diunggah DJP melalui media sosial. Meski demikian, ada tantangan yang perlu diatasi, yaitu keterjangkauan konten terhadap Gen Z yang masih cukup rendah.
Tidak sedikit responden (Gen Z) yang menyatakan bahwa mereka jarang menemukan konten edukasi pajak DJP melintas di linimasa medsos mereka. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi otoritas pajak untuk mereformulasikan kembali konten edukasi pajak yang diproduksi. Perlu dicatat, edukasi pajak melalui medsos memiliki peluang yang positif untuk menggiring persepsi publik, terutama Gen Z.
Untuk mengatasi tantangan ini, DJP perlu mengevaluasi kembali strategi konten mereka di media sosial. Penggunaan format yang lebih menarik dan relevan bagi Gen Z, seperti video pendek yang informatif dan menghibur di platform seperti TikTok dan Instagram, bisa menjadi kunci. Mengingat karakteristik Gen Z yang cenderung lebih menyukai konten visual dan interaktif, DJP dapat mengeksplorasi berbagai jenis konten yang bersifat engaging, misalnya melalui live session, Q&A, atau kolaborasi dengan influencer yang memiliki pengaruh di kalangan Gen Z.
Namun, DJP juga perlu mengukur secara terperinci mengenai efektivitas edukasi pajak yang diberikan melalui medsos. Sejauh mana edukasi pajak bisa berimbas terhadap peningkatan penerimaan?
Dikutip dari wawancara yang dilakukan oleh mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal UI dengan divisi humas salah satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di Jakarta Barat, ternyata ada perbedaan signifikan yang mereka rasakan dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak yang sudah terpapar konten edukatif di medsos dan yang belum. Biasanya, masyarakat yang sudah mendapatkan konten edukasi pajak lebih mudah mencerna informasi yang disampaikan oleh petugas pajak.
Penulis menyimpulkan, hadirnya edukasi pajak melalui media sosial diharapkan bisa memberikan efek domino terhadap kepatuhan pajak warga negara. Pada akhirnya, kepatuhan pajak yang meningkat bisa mendongkrak penerimaan negara. Digitalisasi pajak tidak hanya menjadi upaya modernisasi administrasi, tetapi juga sarana strategis untuk membangun kembali kepercayaan dan partisipasi masyarakat dalam membangun bangsa. (sap)
*Tulisan ini berhasil menyabet Juara II dalam lomba menulis bertajuk Article Writing Fair. Lomba yang khusus menyasar mahasiswa dan pelajar SMA/sederajat ini merupakan rangkaian pre-event Taxplore 2024 yang digelar oleh Kelompok Studi Ilmu Administrasi Fiskal (Kostaf) Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) bersama dengan DDTCNews.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.