BERITA PAJAK HARI INI

Mau Ajukan Surat Keberatan Pajak? Kini Sudah Bisa Pakai E-Objection

Redaksi DDTCNews | Senin, 10 Agustus 2020 | 08:02 WIB
Mau Ajukan Surat Keberatan Pajak? Kini Sudah Bisa Pakai E-Objection

Tampilan fitur e-Objection pada menu layanan DJP Online.

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak yang ingin menyampaikan surat keberatan secara elektronik (e-filing) sudah bisa menggunakan fitur e-Objection pada menu layanan DJP Online. Topik tersebut masih menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (10/8/2020).

Sesuai dengan PER-14/PJ/2020, mulai 1 Agustus 2020, wajib pajak dapat menyampaikan surat keberatan secara elektronik. Wajib pajak itu harus terlebih dahulu memiliki EFIN aktif, melakukan registrasi akun pada laman DJP Online, dan memiliki sertifikat elektronik yang masih berlaku.

Wajib pajak yang akan menyampaikan surat keberatan secara elektronik, bisa memilih fitur e-Objection pada laman DJP Online. Pengisian surat keberatan dilakukan sesuai petunjuk yang tertera dalam aplikasi dan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

"Sudah deploy untuk menu e-Objection. Jadi ini [fitur e-Objection] berlaku untuk semua wajib pajak, baik badan maupun orang pribadi, dan harus aktivasi dulu di menu profil,” ujar Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi. Simak pula 'Apa Itu E-Objection?'.

Dalam bagian pertunjuk fitur tersebut, wajib pajak diminta untuk memastikan nomor surat ketetapan pajak (SKP) dengan benar. Selain itu, wajib pajak diharapkan dapat menyiapkan file sertifikat elektronik untuk memvalidasi pengajuan baru. Baca artikel ‘Ini Cara Penyampaian Surat Keberatan Secara Elektronik’.

Selain mengenai e-Objection, ada juga bahasan terkait dengan pemberian insentif dan sejumlah relaksasi kebijakan pajak untuk menarik investasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kemudian, penunjukkan 10 perusahaan sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital juga menjadi bahasan.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Sertifikat Elektronik, Saluran, dan Validasi

Saat akan membuat daftar pengajuan surat keberatan secara elektronik yang baru, wajib pajak akan diberikan informasi disclaimer yang diikuti dengan permintaan pernyataan wajib pajak tunduk dengan ketententuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Beberapa poin dalam informasi disclaimer itu antara lain pertama, penyampaian surat keberatan secara elektronik melalui aplikasi (e-Objection) ini hanya dapat digunakan oleh wajib pajak yang telah memiliki sertifikat elektronik.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Kedua, aplikasi e-Objection merupakan salah satu saluran (channel) penyampaian surat keberatan. Ketiga, selain melalui aplikasi e-Objection, surat keberatan dapat disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar, melalui pos, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir sesuai peraturan yang berlaku.

Keempat, dalam penyampaian Surat keberatan melalui aplikasi e-Objection akan dilakukan validasi terhadap persyaratan pengajuan keberatan berdasarkan data dalam Sistem Informasi DJP. Kelima, hasil validasi bukan merupakan penentuan surat keberatan memenuhi persyaratan formal pengajuan keberatan.

Keenam, dalam hal hasil validasi mengindikasikan tidak terpenuhinya persyaratan pengajuan keberatan, wajib pajak dapat menghubungi kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut. Simak artikel ‘Ini Cara DJP Memvalidasi Penyampaian Surat Keberatan Elektronik’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?
  • Memperbesar Basis Pajak

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan berbagai insentif dan relaksasi kebijakan pajak, termasuk penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan, juga harus dilihat dalam kerangka reformasi jangka panjang.

“Karena kita memang melihat dalam jangka panjang, perpajakan ini bukan hanya masalah meng-collect, tapi juga bagaimana memperbesar size of the pie. Jadi, memperbesar perekonomiannya juga. Kalau perekonomiannya besar, basis pajaknya juga akan makin besar,” jelasnya.

Dengan semakin tingginya pertumbuhan ekonomi, sektor formal diharapkan juga membesar. Karena sektor formal ini relatif mudah dipajaki, ada harapan pembalikan performa tax ratio yang selama ini masih rendah dan cenderung menurun. (Kontan/DDTCNews)

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • Perusahaan Pemungut PPN Produk Digital

Dirjen Pajak kembali menunjuk 10 perusahaan global yang memenuhi memenuhi kriteria sebagai pemungut PPN atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia. Dengan demikian, hingga saat ini, sudah ada 16 perusahaan yang menjadi pemungut PPN produk digital.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan masih ada beberapa perusahaan yang juga akan ditunjuk sebagai pemungut PPN produk digital. Saat ini, otoritas terus menjalin komunikasi one on one untuk persiapan penunjukkan pada bulan depan. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Potensi Makin Besar

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan potensi penerimaan PPN yang akan didapat pemerintah dari produk digital akan semakin besar sejalan dengan penambahan perusahaan pemungut PPN. Simak pula artikel ‘Tunjuk Tiktok Jadi Pemungut PPN, DJP Jelaskan Lagi Soal Kredit Pajak’.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

“Potensinya besar terutama dengan melihat Indonesia sebagai negara market digital potensial,” katanya. (Kontan)

  • Cukai BBM

Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mendesak pemerintah menambahkan bahan bakar minyak (BBM) fosil sebagai barang kena cukai. Dana yang terkumpul bisa dimanfaatkan untuk memberi insentif pada energi terbarukan atau belanja lainnya.

"Sebaiknya ini jangan Bea Cukai yang mengusulkan, biar saya saja yang mengusulkan. Karena kalau Bea Cukai yang mengusulkan nanti jadi sensitif," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas
  • Gaji ke-13 Tetap Kena PPh

Gaji ke-13 aparatur sipil negara (ASN) dan anggota TNI/Polri serta pensiunan untuk tahun ini tetap dikenakan pajak penghasilan ditanggung pemerintah. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.106/PMK.05/2020.

“Gaji, pensiun, tunjangan, atau penghasilan ketiga belas sebagaimana … dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditanggung pemerintah,” demikian bunyi penggalan Pasal 15 ayat (2) PMK tersebut. Simak pula artikel ‘Sri Mulyani Rilis Juknis Pemberian Gaji ke-13 ASN & Anggota TNI/Polri’.

Selain itu, besaran gaji, pensiun, tunjangan, atau penghasilan ke-13 yang akan diberikan tidak dikenakan potongan iuran dan/atau potongan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?