Wisatawan mengunjungi pantai Maya setelah Thailand membuka kembali pantainya yang terkenal di dunia setelah menutupnya lebih dari tiga tahun agar ekosistemnya kembali pulih dari dampak pariwisata berlebihan di provinsi Krabi, Thailand, Senin (3/1/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/hp/cfo
BANGKOK, DDTCNews - Asosiasi Hotel Thailand (The Thai Hotels Association/THA) meminta pemerintah kembali memperpanjang periode insentif pajak bumi dan bangunan (PBB) karena perekonomian belum pulih dari pandemi Covid-19.
Ketua THA Marisa Sukosol Nunbhakdi mengatakan sektor hotel masih mengalami tekanan berat sehingga akan kesulitan membayar PBB tahun ini. Dia pun meminta Kementerian Keuangan memberikan insentif berupa potongan pajak agar pelaku bisnis hotel memiliki kesempatan untuk pulih.
"Tolong jangan menyamakan usaha hotel dengan bisnis lain yang harus membayar PBB secara penuh," katanya, Kamis (17/2/2022).
Marisa mengatakan pengenaan PBB dengan tarif penuh akan membuat 24.000 hotel yang masih beroperasi di Thailand mengalami kemunduran. Menurutnya, pengusaha hotel masih membutuhkan potongan PBB setidaknya selama 2 tahun, sebelum nantinya pulih dari pandemi dan mampu membayar pajak secara penuh.
Dia menyarankan pemerintah mengizinkan pengusaha hotel membayar PBB hanya 10% dari pajak yang seharusnya dibayar pajak hingga 2024. Opsi lainnya, pemerintah setidaknya harus menggunakan tarif pajak lebih rendah atau terjangkau oleh pengusaha hotel.
Marisa menyebut THA telah meminta Dewan Pariwisata Thailand dan Kamar Dagang Thailand turut mendorong pemerintah memberikan insentif pajak. Menurutnya, pembayaran PBB akan sangat berpengaruh pada arus kas perusahaan hotel yang kini anjlok 90% dibandingkan dengan sebelum Covid-19.
"Sebagian besar hotel bahkan harus berutang untuk membayar gaji pegawai," ujarnya dilansir nationthailand.com.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Arkhom Termpittayapaisith menyatakan pemerintah akan menghentikan insentif PBB yang telah diberikan sejak Juni 2020 hingga akhir 2021. Dia beralasan kebijakan itu telah membebani APBN karena potensi penerimaan pajak yang hilang mencapai sekitar 30 miliar baht atau Rp13 triliun per tahun.
Berdasarkan undang-undang, tarif PBB di Thailand berlaku progresif berdasarkan nilai tanah dan bangunannya. Properti dengan nilai 50 juta baht (setara Rp22,2 miliar) atau lebih rendah dikenakan tarif 0,3%, sedangkan properti dengan nilai lebih dari 50 juta baht hingga 200 juta baht (setara Rp88,8 miliar) pajaknya 0,4%.
Sementara itu, properti dengan harga lebih dari 1 miliar baht (setara Rp444,4 miliar) hingga 5 miliar baht (setara Rp2,2 triliun) akan dikenakan pajak 0,6%, dan properti dengan nilai lebih dari 5 miliar baht terkena pajak 0,7%. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.