KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masih Digodok, Ini 13 Poin Revisi PP 1/2019 Soal Devisa Hasil Ekspor

Dian Kurniati | Senin, 06 Maret 2023 | 10:00 WIB
Masih Digodok, Ini 13 Poin Revisi PP 1/2019 Soal Devisa Hasil Ekspor

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah masih menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 1/2019 yang akan mengakomodasi sejumlah perubahan ketentuan mengenai kewajiban menempatkan devisa devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kewajiban penempatan DHE di dalam negeri penting untuk penguatan perekonomian nasional. Menurutnya, kebijakan tersebut bakal berdampak positif terhadap penguatan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar AS.

"Ini menjadi perhatian pemerintah, terutama untuk stabilitas nilai tukar rupiah sebagai bagian dari pengendalian inflasi, terutama dari impor harga-harga energi. Dalam hal ini, tentu likuiditas menjadi penting," katanya dalam Kick Off GNPIP 2023, dikutip pada Senin (6/3/2023).

Baca Juga:
DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Airlangga menyatakan ada 13 poin perubahan pada PP 1/2019. Pertama, produk yang diatur terdiri atas sumber daya alam (SDA) dan hilirisasi SDA. Kedua, semua DHE diwajibkan masuk sistem keuangan Indonesia.

Ketiga, ketentuan DHE dengan nilai pemberitahuan pabean ekspor (PPE) lebih dari US$250.000 nantinya diwajibkan masuk ke rekening khusus di bank atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Keempat, DHE harus masuk ke rekening khusus paling lambat 3 bulan setelah bulan PPE. Kelima, DHE yang berada di rekening khusus wajib disimpan. Keenam, besaran DHE yang wajib disimpan yaitu 30% dari nilai penerimaan DHE.

Baca Juga:
Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Ketujuh, terdapat ketentuan soal jangka waktu penyimpanan DHE sampai dengan 90 hari. Kedelapan, DHE dapat diwajibkan untuk dikonversi ke rupiah. Kesembilan, metode penghitungan DHE yang wajib disimpan melalui akumulasi bulanan.

Kesepuluh, pemberian insentif fiskal berupa tarif pajak khusus. Selama ini pemerintah telah insentif berupa tarif PPh final khusus atas bunga deposito yang dananya bersumber dari DHE.

Misal, pada bunga deposito yang bersumber dari DHE dalam mata uang dolar AS, tarif PPh final ditetapkan 10% untuk jangka waktu 1 bulan, 7,5% untuk jangka waktu 3 bulan, 2,5% untuk jangka waktu 6 bulan, dan 0% untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan.

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Kesebelas, ketentuan insentif keuangan berupa penempatan pada instrumen operasi moneter valas BI dengan pricing kompetitif dan pengecualian giro wajib minimum (GWM) dan rasio intermediasi makroprudensial (RIM).

"Tentu insentif fiskal dan insentif keuangan untuk penempatan devisa hasil ekspor akan diberikan oleh menteri keuangan dan oleh gubernur Bank Indonesia," ujar Airlangga.

Keduabelas, revisi ketentuan sanksi apabila eksportir tidak melaksanakan kewajiban penempatan DHE di dalam negeri berupa peringatan tertulis dan penangguhan pelayanan ekspor. Ketigabelas, ketentuan masa transisi implementasi peraturan selama 3 bulan.

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Sejak 1 Maret 2023, BI telah mengimplementasikan operasi moneter berupa term deposit valas devisa hasil ekspor (DHE) sebagai instrumen penempatan DHE oleh eksportir melalui bank kepada BI sesuai mekanisme pasar.

Operasi moneter valas tersebut dilaksanakan untuk menarik lebih banyak DHE yang tinggal di dalam negeri. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses