Ilustrasi.
PARIS, DDTCNews - Sampai saat ini masih ada 4 negara Inclusive Framework yang belum menyetujui proposal Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE). Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bersikukuh untuk terus menjalin komunikasi dengan keempat negara tersebut.
Dari total 140 yurisdiksi yang tergabung dalam Inclusive Framework, 4 negara yang masih enggan menyetujui solusi 2 pilar dari OECD adalah Kenya, Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka.
"Masih terdapat beberapa yurisdiksi yang belum menyetujui solusi 2 pilar, OECD akan terus berkomunikasi dengan mereka dan menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada," tulis OECD dalam OECD Secretary-General Tax Report to G20 Finance Ministers and Central Bank Governors, dikutip Kamis (14/10/2021).
Menurut OECD, pemahaman atas elemen kunci dari Pilar 1 dan Pilar 2 adalah basis menuju sistem perpajakan internasional yang lebih baik ke depan. Baca ulasan lengkap DDTC mengenai konsensus pajak global di Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital.
"Semua anggota Inclusive Framework perlu mendapatkan apresiasi atas dedikasinya dalam beberapa tahun terakhir untuk mencapai kesepakatan yang penting ini," tulis OECD.
Melalui Pilar 1, yurisdiksi pasar akan mendapatkan hak pemajakan sebesar 25% dari residual profit yang diterima oleh korporasi multinasional terbesar di dunia. OECD memperkirakan total residual profit yang nantinya direalokasikan kepada yurisdiksi pasar akan mencapai lebih dari US$125 miliar.
Dengan adanya Pilar 2, 136 negara Inclusive Framework telah sepakat untuk memberlakukan tarif pajak korporasi minimum global sebesar 15% yang berlaku atas korporasi global dengan annual revenue di atas EUR750 juta.
Rezim pajak korporasi minimum global dengan tarif 15% ini diekspektasikan akan memberikan tambahan penerimaan sebesar US$150 miliar kepada negara domisili.
Ketentuan pajak minimum global tersebut dipandang tak akan menghilangkan kompetisi tarif pajak, melainkan membatasi kompetisi dengan tarif minimum yang disepakati secara multilateral.
Bagi yurisdiksi sumber yang notabene adalah negara berkembang, ketentuan subject to tax rule (STTR) juga telah disepakati pada Pilar 2.
Dengan STTR, yurisdiksi yang menerapkan pajak korporasi dengan tarif di bawah 9% atas bunga, royalti, dan pembayaran lainnya, wajib menerapkan STTR di dalam P3B-nya dengan negara berkembang anggota Inclusive Framework.
Nantinya, negara sumber akan mendapatkan hak pemajakan sebesar selisih antara tarif pajak minimum STTR sebesar 9% dan tarif pajak atas penghasilan di negara lain. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.