KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Masih Ada 4 Negara Belum Setujui Konsensus Global, Ini Langkah OECD

Muhamad Wildan | Kamis, 14 Oktober 2021 | 10:23 WIB
Masih Ada 4 Negara Belum Setujui Konsensus Global, Ini Langkah OECD

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Sampai saat ini masih ada 4 negara Inclusive Framework yang belum menyetujui proposal Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE). Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bersikukuh untuk terus menjalin komunikasi dengan keempat negara tersebut.

Dari total 140 yurisdiksi yang tergabung dalam Inclusive Framework, 4 negara yang masih enggan menyetujui solusi 2 pilar dari OECD adalah Kenya, Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka.

"Masih terdapat beberapa yurisdiksi yang belum menyetujui solusi 2 pilar, OECD akan terus berkomunikasi dengan mereka dan menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada," tulis OECD dalam OECD Secretary-General Tax Report to G20 Finance Ministers and Central Bank Governors, dikutip Kamis (14/10/2021).

Baca Juga:
Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

Menurut OECD, pemahaman atas elemen kunci dari Pilar 1 dan Pilar 2 adalah basis menuju sistem perpajakan internasional yang lebih baik ke depan. Baca ulasan lengkap DDTC mengenai konsensus pajak global di Selangkah Lagi Mencapai Konsensus Global Pajak Digital.

"Semua anggota Inclusive Framework perlu mendapatkan apresiasi atas dedikasinya dalam beberapa tahun terakhir untuk mencapai kesepakatan yang penting ini," tulis OECD.

Melalui Pilar 1, yurisdiksi pasar akan mendapatkan hak pemajakan sebesar 25% dari residual profit yang diterima oleh korporasi multinasional terbesar di dunia. OECD memperkirakan total residual profit yang nantinya direalokasikan kepada yurisdiksi pasar akan mencapai lebih dari US$125 miliar.

Baca Juga:
Ramai Lapor ke Otoritas, WP di Negara Ini Muak dengan Tax Evasion

Dengan adanya Pilar 2, 136 negara Inclusive Framework telah sepakat untuk memberlakukan tarif pajak korporasi minimum global sebesar 15% yang berlaku atas korporasi global dengan annual revenue di atas EUR750 juta.

Rezim pajak korporasi minimum global dengan tarif 15% ini diekspektasikan akan memberikan tambahan penerimaan sebesar US$150 miliar kepada negara domisili.

Ketentuan pajak minimum global tersebut dipandang tak akan menghilangkan kompetisi tarif pajak, melainkan membatasi kompetisi dengan tarif minimum yang disepakati secara multilateral.

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Bagi yurisdiksi sumber yang notabene adalah negara berkembang, ketentuan subject to tax rule (STTR) juga telah disepakati pada Pilar 2.

Dengan STTR, yurisdiksi yang menerapkan pajak korporasi dengan tarif di bawah 9% atas bunga, royalti, dan pembayaran lainnya, wajib menerapkan STTR di dalam P3B-nya dengan negara berkembang anggota Inclusive Framework.

Nantinya, negara sumber akan mendapatkan hak pemajakan sebesar selisih antara tarif pajak minimum STTR sebesar 9% dan tarif pajak atas penghasilan di negara lain. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN