Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Keberadaan skema prepopulated data dinilai sebagai salah satu indikator bagus atau tidaknya administrasi pajak.
Direktur Transformasi Proses Bisnis Ditjen Pajak (DJP) Imam Arifin mengatakan skema prepopulated bergantung pada kualitas data yang ada. Dalam sistem self-assessment, kualitas data akan dipengaruhi interoperabilitas DJP dengan pihak lain.
“Makin banyak itu [skema prepopulated data] berarti administrasinya makin bagus ya,” ujar Imam dalam International Tax Policy Dialogue, dikutip pada Rabu (27/9/2023).
Imam mengatakan otoritas selalu mendorong adanya perbaikan interoperabilitas. Implementasi sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau coretax administration system (CTAS), menurutnya, akan berdampak positif pada peningkatan kualitas interoperabilitas.
Contoh skema prepopulated data, salah satunya dapat dilihat saat wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Bagi wajib pajak yang selama ini menjadi pekerja atau karyawan, data pemotongan pajak atas gaji sudah bisa terekam dalam sistem.
“Pemotongan [pajak] oleh pemberi kerja itu akan masuk datanya di [Ditjen] Pajak, sehingga kalau kita melaporkan SPT, begitu ngetik NPWP –yang sama dengan NIK—akan terklarifikasi. Oh, kerja di sini, gajinya [berapa]. Itu namanya prepopulated,” jelas Imam.
Contoh lain ketika ada pengusaha melakukan ekspor-impor. Data yang terekam oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJB) terkait dengan pemberitahuan ekspor atau impor barang juga akan masuk ke DJP. Hal ini bisa langsung berhubungan dengan pelaporan faktur PPN.
“Makin interoperabilitas kita, data makin bagus, [sehingga] prepopulated itu makin bagus,” imbuh Imam. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.