Presiden Amerika Serikat Donald Trump
WASHINGTON, DDTCNews—Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan mendengarkan kesaksian apakah pajak dan catatan keuangan Presiden Donald Trump harus diungkapkan kepada Kongres pada 12 Mei 2020.
Pengadilan, yang dipaksa untuk beradaptasi dengan wabah virus Corona, akan menggelar sidang virtual tersebut, dan dilanjutkan dengan kasus-kasus lainnya, termasuk sengketa sistem pemilihan presiden AS dan pemilihan di negara bagian.
Dalam persidangan untuk tiga kasus yang melibatkan akses ke dokumen keuangan Presiden Donald Trump itu, sebanyak 9 hakim, jaksa dan pengacara yang terlibat akan berpartisipasi dari jarak jauh. Pengadilan juga akan menyediakan notulensi jalannya pengadilan.
Permohonan banding Trump dalam tiga kasus itu, seperti dilansir nbcnews.com, ditujukan untuk mencegah agar catatan keuangannya tidak diserahkan kepada komite Dewan Perwakilan Rakyat AS yang dipimpin Partai Demokrat. Semula, sidang ini akan digelar 31 Maret tetapi ditunda hingga 12 Mei 2020.
Sebelumnya, Michael Cohen, pengacara Presiden Trump yang kini ditahan, menantang perintah pengadilan yang mengharuskan bank dan akuntannya menyerahkan catatan keuangan Presiden Trump kepada komite DPR AS dan seorang jaksa penuntut lokal di New York.
Ketiga kasus itu dapat menghasilkan keputusan yang merujuk pada kekuatan DPR menuntut catatan investigasi Presiden, di sisi lain, wewenang Presiden menolak tuntutan tersebut. Pengadilan akan memutuskan apakah perusahaan akuntansi Trump harus memberikan kesaksian dalam kasus tersebut.
Pengadilan juga mencari pengembalian pajak selama hampir satu dekade dan dokumen keuangan lainnya untuk penyelidikan pembayaran diam-diam yang dilakukan pada dua wanita yang mengaku memiliki hubungan dengan Trump, tuduhan yang terus-menerus disangkal oleh presiden.
Para hakim juga akan mendengar banding Trump atas putusan pengadilan tingkat rendah. Pengadilan menyatakan tindakan itu dilakukan setelah Cohen bersaksi “Mr. Trump meningkatkan totalnya aset ketika melayani tujuannya dan mengempiskan asetnya untuk mengurangi pajak real estatnya.”
Pengacara Trump berpendapat DPR tidak memiliki wewenang mengetahui catatan keuangan itu kecuali jika mencari informasi untuk tujuan penulisan undang-undang. Dalam kasus ini, DPR bertindak tidak tepat sebagai badan investigasi dalam tindakan yang melibatkan presiden. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.