BERITA PAJAK HARI INI

Layanan e-Form Orang Pribadi dan Badan Sudah Bisa Pakai NPWP 16 Digit

Redaksi DDTCNews | Senin, 05 Agustus 2024 | 08:45 WIB
Layanan e-Form Orang Pribadi dan Badan Sudah Bisa Pakai NPWP 16 Digit

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menambah layanan perpajakan yang sudah bisa diakses dengan data identitas. Salah satunya, e-form orang pribadi dan badan. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (5/8/2024).

Terhitung sejak Sabtu (3/8/2024), ada 9 tambahan layanan perpajakan berbasis Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit, Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU), dan NPWP 15 digit.

“Daftar layanan perpajakan berbasis NPWP 16 digit, NITKU, atau NPWP 15 digit akan terus bertambah melalui penerbitan pengumuman secara berkala,” tulis DJP dalam keterangan resminya,

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Sembilan layanan perpajakan yang mulai bisa diakses dengan NPWP format baru per hari ini adalah, VAT refund modal khusus, e-form OP dan e-form badan, SPT Masa PPS Final, pelaporan investasi dealer utama, service PJAP laporan PMSE (API), e-filing PJAP (API), web billing internet, penyusutan dan amortisasi, serta pelaporan SPT bea meterai.

Dengan tambahan 9 layanan tersebut, kini total ada 37 layanan perpajakan yang sudah berbasis NPWP format baru. Daftar lengkap 37 layanan perpajakan berbasis NPWP format baru bisa disimak di sini.

Sebelumnya, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan mulai Agustus 2024, seluruh layanan kepada masyarakat sudah dapat diakses dengan NPWP 16 digit, NITKU, dan NPWP 15 digit. Hal ini dilakukan sebelum implementasi sistem inti administrasi perpajakan yang baru.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

“Insyaallah mulai bulan Agustus seluruh layanan kepada masyarakat wajib pajak dapat kami lakukan secara baik dengan menggunakan NPWP baru … sebelum betul-betul kita menggunakan sistem administrasi baru,” jelas Suryo.

Selain bahasan mengenai NPWP format baru, ada pula pemberitaan mengenai implementasi coretax system, rencana penyederhanaan layer cukai rokok, fenomena downtrading rokok, hingga rekomendasi IMF agar negara berkembang untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Perluasan Layanan NPWP 16 Digit Sesuai Kesiapan Sistem

Penambahan layanan perpajakan yang bisa diakses dengan NPWP format baru dilakukan secara bertahap. DJP menegaskan tidak ada prioritas khusus terhadap aplikasi-aplikasi tertentu.

Baca Juga:
Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

Pemilihan aplikasi-aplikasi apa saja yang perlu segera diberikan fitur tambahan NPWP 16 digit murni berdasarkan kesiapan sistemnya.

"Enggak ada [kriteria khusus]. Jadi yang bisa lebih cepat dikerjakan, itu duluan. Tetapi intinya semua kami kerjakan," kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi. (DDTCNews)

Coretax System untuk Apa?

Pemerintah menargetkan implementasi coretax system bisa dimulai akhir 2024. Apa tujuan penerapan coretax? Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan setidaknya ada 8 tujuannya.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Pertama, melakukan automasi dan digitalisasi layanan administrasi perpajakan. Kedua, meningkatkan data analytics.

Ketiga, menciptakan transparansi akun wajib pajak. Keempat, memperbaiki layanan perpajakan menjadi lebih cepat serta dapat diakses dari berbagai saluran.

Kelima, menciptakan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih berkeadilan bagi wajib pajak.

Baca Juga:
Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Keenam, menyediakan data yang lebih kredibel (valid dan terintegrasi) serta memperluas jaringan integrasi data pihak ketiga. Ketujuh, menciptakan knowledge management for better decision serta menjadikan DJP sebagai data and knowledge driven organization.

Kedelapan, membuat laporan keuangan DJP yang prudent dan accountable dengan adanya revenue accounting system. (DDTCNews)

Hati-Hati Sederhanakan Layer Cukai Rokok

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan pemerintah akan berhati-hati dalam melanjutkan rencana penyederhanaan layer tarif pada cukai hasil tembakau (CHT).

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Menurut Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto, upaya menyederhanakan layer tarif CHT tergolong kompleks dan membutuhkan waktu panjang. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan berbagai aspek pada masyarakat.

"Tentunya pemerintah akan sangat berhati-hati sekali. Kami memperhatikan industri, kesehatan, dan penerimaan," katanya. (DDTCNews)

Penerimaan Cukai Kontraksi Akibat Downtrading Rokok

DJBC menilai peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading) menjadi fenomena yang tidak dapat dihindari.

Baca Juga:
Presiden Korsel Jaring Dukungan Penghapusan PPh Investasi Keuangan

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan fenomena downtrading terjadi sebagai dampak dari kenaikan tarif cukai rokok. Menurutnya, downtrading dapat terjadi karena daya beli masyarakat tidak mampu mengimbangi kenaikan tarif cukai.

"Karena tarif [cukai] naik terus, downtrading tidak bisa dihindari. Kecuali tarif naik, daya beli naik, tidak akan ada downtrading," katanya. (DDTCNews)

Efektivitas Insentif Pajak RI Dipertanyakan

International Monetary Fund (IMF) dan World Bank merilis sejumlah rekomendasi bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk menggenjot penerimaan perpajakannya. Salah satu rekomendasinya, memacu efektivitas insentif pajak yang selama ini sudah dikucurkan.

Baca Juga:
Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

IMF dan World Bank menilai pemberian tax holiday bagi investor di kawasan ekonomi khusus tidak efektif menarik investasi.

Selain itu, RI perlu memperluas basis PPN. Pembebasan PPN dinilai tidak efektif melindungi masyarakat miskin. Negara berkembang seperti Indonesia juga perlu membenahi desain dan memperluas cakupan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi. Penerimaan PPh OP di negara berkembang tercatat jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara maju. (Kontan) (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja